Sabtu, 09 Januari 2010

Kebobrokan Hukum Sekular

Ingin menangis rasanya saat saya membaca artikel ini. Dimana Keadilan itu?
  
Kulo mboten pengen dihukum, Pak Hakim, kulo pengen bebas (Saya tak mau dihukum, Pak Hakim, saya ingin bebas).”
Dengan suara terbata-bata, Mbah Minah mengungkapkan isi hatinya kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto, Jawa Tengah, pertengahan November 2008. Nenek berusia 65 tahun ini harus menjadi pesakitan gara-gara mencuri tiga buah kakao (coklat) senilai dua ribu rupiah.
Perempuan warga Dusun Sidoharjo, Desa Darmakradenan, Ajibarang, Banyumas, Jawa Tengah, itu sendirian. Tak ada pengacara atau pembela yang mendampinginya. Pleidoi atau pembelaan terpaksa ia lakukan sendiri. Dalam pleidoinya, yang disampaikan dalam bahasa Jawa Banyumasan, nenek yang buta huruf dan tak paham bahasa Indonesia ini memohon agar tak dihukum. Dia mengaku bersalah telah memetik tiga buah kakao milik perkebunan PT Rumpun Sari Antan 4 tanpa izin dan berjanji tak akan mengulanginya.
Majelis Hakim yang dipimpin Muslich Bambang Luqmono pun menjatuhkan hukuman 1,5 bulan penjara dengan masa percobaan tiga bulan. Sebelumnya, jaksa menuntut penjara 6 bulan. Hakim menilai nenek ini terbukti bersalah mencuri kakao milik PT Rumpun. Beruntung nenek ini tak harus masuk jeruji.
Nasib yang sama dialami Basar Suyanto (47 tahun) dan Kholil (50 tahun). Kedua warga Kelurahan Bujel, Kecamatan Mojoroto, Kediri, Jawa Timur, itu harus menjalani hidup di balik terali besi gara-gara memakan satu buah semangka tanpa izin pemilik kebun. Padahal harga satu semangka itu tak sampai lima ribu rupiah.
Tragedi ini terjadi ketika Basar bersama Kholil tengah merayakan Idul Fitri pada September lalu. Siang yang sangat panas itu membuatnya haus. Kebetulan di sawah banyak semangka. Keduanya mengambil dan langsung memakannya. Saat itulah ia ketahuan adik pemilik ladang, yang juga seorang polisi.
Permintaan maafnya tak digubris polisi ini. Bahkan ia kena ‘permak’ beberapa kali. Keduanya pun dimasukkan ke Lembaga Pemasyarakatan Kelas II-A Kediri untuk menunggu disidang. Keduanya dituntut 2 bulan 10 hari. Majelis Hakim memvonis keduanya masing-masing 15 hari dan percobaan 1 bulan.
Lain lagi nasib yang dialami empat warga Desa Kenconorejo, Kecamatan Tulis, Batang, Jawa Tengah. Keempatnya—Manisih, 40 tahun, Sri Suratmi (19), Juwono (16) dan Rusnoto (14)—ditahan di Rumah Tahanan Rowobelang, Batang, dengan tuduhan mencuri 14 kilogram kapuk randu.
Kisah mengenaskan itu berawal ketika keempatnya tertangkap tangan membawa sekarung kecil buah randu seberat 14 kilogram di perkebunan milik PT Segayung di Desa Sembojo, Tulis, pada awal November lalu. Warga setempat, termasuk keempat orang tersebut, beranggapan, mengambil rontokan randu merupakan hal yang lumrah, jauh dari kesan mencuri.
Namun, mandor perkebunan menganggap-nya sebagai pencurian. Selanjutnya, keempat warga itu ‘dititipkan’ di Rumah Tahanan Rowobelang. Mereka dikenai Pasal 363 KUHP tentang pencurian dan pemberatan, yang ancaman hukumannya lima tahun penjara. Padahal rontokan randu yang dikumpulkan keempat tersangka hanya seberat 5 kilogram, yang hanya akan menghasilkan kapas sekitar 2 kilogram. Harga perkilogram kapas hanya empat ribu rupiah. Belum lagi keluar tahanan, Manisih mengaku keluarganya didatangi oknum penegak hukum yang meminta uang Rp 3 juta sebagai uang ganti pembebasannya. Oknum itu hanya diberi Rp 1,5 juta saja karena memang tak punya uang.

Paradoks

Apa yang dialami oleh empat warga itu, juga Minah, Basar, dan Kholil bukanlah kasus besar. Namun, aparat penegak hukum tampak bersemangat untuk menanganinya. Ini bertolak belakang dengan para koruptor yang masih leluasa berkeliaran. Banyak konglomerat pengemplang uang rakyat dalam Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) senilai lebih dari Rp 600 triliun tak dijerat oleh penegak hukum.
Mereka justru diberi surat lunas. Padahal rakyatlah yang harus membayar utang itu dalam jangka panjang, yakni hingga tahun 2033. Mereka pun diterima oleh Presiden di Istana Negara laksana orang yang telah berjasa bagi negara. Beberapa di antaranya yang sudah divonis bersalah justru ‘dibiarkan’ melarikan diri ke luar negeri.
Ada juga yang divonis bersalah, tetapi dengan hukuman yang tergolong ringan dibandingkan dengan para pencuri sandal atau semangka. Direktur Bank Century Robert Tantular, misalnya. Ia terbukti bersalah dalam kasus pengucuran dana Century, tetapi hanya dihukum 4 tahun penjara dan denda Rp 50 miliar. Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan vonis yang diterima pemilik PT Bank Century Tbk Robert Tantular tidak sebanding dengan kerugian negara yang ditimbulkannya. Sebab, Pemerintah harus merogoh kocek yang cukup dalam untuk penyelamatan Bank Century, yaitu Rp 6,7 triliun.
Hukum seolah mudah dimainkan oleh mereka yang punya uang. Kasus pembicaraan telepon Anggodo Widjojo, adik tersangka koruptor Anggoro Widjojo, dengan para penegak hukum, membuktikan betapa jajaran aparat penegak hukum tidak steril dari intervensi para pemilik modal.
Anggodo yang sudah demikian gamblang mengaku mengeluarkan uang untuk menyuap KPK pun tak ditangkap dengan alasan tidak cukup bukti. Pencatutan nama SBY oleh Anggodo pun seolah diampuni.
Kasus itu juga kian menegaskan adanya mafia kasus (markus) di lembaga hukum sejak di tingkat penyidikan hingga pemutusan perkara. Suap-menyuap seolah suatu yang lazim. Itu tidak hanya melanda para penegak hukum di tingkat pusat, tetapi juga para penegak hukum di tingkat bawah; artinya terjadi di semua level. Munculnya berbagai komisi yang bertugas mengawasi aparat penegak hukum nakal tak pernah berhasil menghentikan mafia tersebut.
Sudah menjadi rahasia umum, uang bisa menentukan hasil akhir dari sebuah perkara. Siapa yang mampu membayar, merekalah yang akan diuntungkan. Munculnya berbagai komisi yang bertugas mengawasi aparat penegak hukum nakal tak pernah berhasil menghentikan mafia tersebut.
Ini pula yang tergambar di penjara-penjara di Indonesia. Ada perlakuan yang berbeda antara narapidana/tahanan orang miskin dan orang kaya. Orang kaya bisa ‘menyewa’ tempat yang lebih layak di penjara. Sebaliknya, orang miskin harus rela tidur tanpa alas di ruang yang sempit serta harus rela makan seadanya seusai jatah.
Kasus-kasus di lapangan pun menunjukkan betapa banyak maling/penjahat kecil yang harus rela menerima perlakuan kasar. Sebaliknya, orang-orang kaya mendapatkan penghormatan. Mereka mendapatkan berbagai fasilitas yang tidak mungkin bisa dinikmati oleh rakyat jelata. Kasus terbaru menimpa JJ Rizal, alumni Universitas Indonesia, yang dihajar oleh lima orang polisi karena dianggap penjahat. Padahal ia tak tersangkut masalah kejahatan.
Sementara itu, banyak orang yang seharusnya diproses secara hukum, malah tak tersentuh. Tak mengherankan bila banyak kalangan mengatakan ada tebang pilih dalam penegakan hukum di Indonesia. Misalnya, Presiden tidak mengeluarkan surat izin bagi para penguasa di daerah yang terlibat kasus hukum untuk diperiksa KPK karena mereka kader partainya.
Kendati ada jargon ‘hukum sebagai panglima’, kenyataan menunjukkan, masyarakat belum merasakan dampak dari penerapan hukum yang ada. Banyak orang dihukum, tetapi kejahatan tetap saja berlangsung. Kualitas dan kuantitasnya justru kian meningkat.
Tidak ada rasa jera bagi para narapidana. Jumlah mereka kian banyak. Data tahun ini menyebutkan jumlah narapidana di Indonesia ada lebih dari 67.000 orang. Sebegitu banyak mereka yang dipenjara, nyatanya tak mengurungkan niat bagi yang lainnya untuk tidak berbuat jahat/kriminal.
Sebagian mantan narapidana tambah merajalela begitu keluar penjara karena seolah telah mendapatkan ‘pendidikan’ kejahatan yang lebih baik dari sesama narapidana di dalam penjara. Yang lebih parah lagi, belakangan banyak penjahat narkoba beroperasi dari dalam penjara.
Para koruptor tak lagi takut penjara. Buktinya korupsi merajalela. Jumlah anggota DPR yang masuk penjara terus bertambah dari waktu ke waktu. Demikian juga para birokrat dan mantan pejabat. Tidak hanya dilakukan sendiri, korupsi seolah telah menjadi pekerjaan bersama sehingga muncul istilah ‘korupsi berjamaah’. Pungutan liar alias pungli menjadi budaya sehari-hari. Larangan negara seolah tak pernah ada.
Aturan hukum sangat mudah dipermainkan. Dalam kasus Bank Century, misalnya. Bank Indonesia mempunyai aturan bahwa bank yang boleh memperoleh Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) adalah bank yang memiliki rasio kecukupan modal (CAR) sebesar 8 persen. Nyatanya, demi Century, aturan itu diubah. Bank yang mempunyai CAR positif boleh mendapatkan FPJP. Karena itulah, Bank Century mendapatkan kucuran dana yang demikian besar.
Mantan Presiden RI Abdurrahman Wahid dalam suatu kesempatan menyatakan hukum tidak berjalan di negeri ini. Hukum hanya berlaku bagi orang-orang tertentu dan terkait kepentingan-kepentingan politik. Kondisi itu tidak terlepas dari banyaknya undang-undang, perda dan aturan lain yang bertentangan satu dengan yang lain. Setidaknya terdapat 3.159 undang-undang (UU) yang dianggap bermasalah. Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Jimly Asshidiqie menyebut ada problem besar dalam penegakan hukum dewasa ini.
Temuan terakhir Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) awal Desember 2009, mengungkapkan, tahun 2009 pelanggaran HAM banyak dilakukan oleh aparat penegak hukum. Menurut Ketua Komnas HAM Ifdhal Kasim, di antara pelanggaran HAM oleh aparat, polisi mendominasi.
Komisioner Komnas HAM Saharuddin Daming, Senin (7/12), membeberkan laporan pelanggaran HAM terkait dengan polisi. Antara lain, penembakan brutal di areal PTPN VII Cinta Manis Kabupaten Ogan Ilir (OI), Sumsel, kasus penangkapan nenek Minah yang dituduh mencuri tiga butir kakao di Banyumas, kasus Manisih dkk yang dituduh mencuri kapuk randu di Batang, Jateng, dan kasus Agus Tanjung yang dituduh mencuri listrik karena men-charge ponsel di Jakarta. Lalu ada juga kasus Basar dan Kholil yang dituduh mencuri semangka di Kediri, Jatim, serta kasus pencurian pisang oleh Mbah Klijo Sumarto di Sleman, Yogyakarta.
Menurut Saharuddin, kasus-kasus di atas terbilang tidak rasional serta dinilai sebagai penyalahgunaan kekuasaan dan hukum. Komnas HAM menilai polisi cenderung membela korporasi dan pemilik kekuasaan saat menjalankan tugas penegakan hukum.
Saharudin mengkritik bahwa polisi sekarang jarang memihak rakyat kecil. “Ini kecenderungan baru yang kian mengemuka dan harus segera ditertibkan. Sebab, mereka (polisi) adalah penegak hukum,” ujarnya.

Relativisme Hukum Pasti Tak Adil

Munculnya ketidakadilan hukum yang diterapkan di negeri ini sebenarnya wajar, mengingat proses pembuatan hukum itu sendiri tidak dilandasi oleh pijakan yang kuat. Hukum lahir dari sebuah konsensus sejumlah pihak pada waktu tertentu dan masa tertentu. Kelahirannya dipengaruhi oleh kondisi ketika hukum itu dirumuskan. Tidak mengherankan bila hukum yang dihasilkan tidak bisa lepas dari situasi yang terjadi dan hanya pas pada situasi tersebut. Hukum ini tidak mampu menjangkau masa berikutnya, baik yang dekat maupun masa yang jauh ke depan. Begitu situasi berubah, hukum menjadi tidak relevan.
Inilah salah satu kecacatan hukum sekular ini. Akal manusia yang menjadi sumber pijakan penentuan hukum sangat terbatas. Otak manusia tak bisa menjangkau hal-hal yang terjadi jauh ke depan. Di sisi lain, manusia memiliki interest (kepentingan), baik pribadi maupun kelompok. Atas dasar ini, wajar bila hukum yang dihasilkan oleh rekayasa pemikiran manusia semata akan menghasilkan ketidakadilan. Sebab, sejak awal hukum itu dibuat untuk menguntungkan si pembuatnya; minimal tidak menjadi bumerang baginya.
Walhasil, hukum sekular menjadi sangat relatif. Hukum sangat bergantung pada siapa yang berkuasa dan kepentingan-kepentingan yang dibawa. Persamaan di depan hukum menjadi tidak ada, sebab sejak lahirnya memang hukum itu tidak diperuntukkan bagi semua.
Apa yang terjadi di DPR bisa menjadi bukti nyata. Lihatlah beberapa hukum dan peraturan negara sering sekali berubah dan berganti setiap ada pergantian wakil rakyat. Mengapa? Karena wakil rakyat memiliki kepentingan yang harus diakomodasi—khususnya kepentingan partai. Mereka merasa mempunyai hak untuk itu karena demokrasi memegang prinsip ‘vox populi vox dei’ (suara rakyat adalah suara tuhan). Padahal belum tentu aspirasi mereka adalah suara rakyat yang sebenarnya, kecuali hanya klaim.
Prinsip sekular, yakni memisahkan agama dari kehidupan, inilah yang menjadi biang bercokolnya hukum yang tidak adil. Prinsip-prinsip hukum sangat mudah berubah, tergantung kekuatan, kekuasaan dan modal. Tidak ada pijakan. Kalaupun ada pijakan, hal itu sangat mudah dirobohkan. Dengan paham relativisme hukum ini, tidak ada kebenaran yang hakiki. Semua bergantung pada kondisi dan kepentingan. Inilah cacat hukum sekular yang sejati. [Mujiyanto]

Suplemen
Orang Kecil Jadi Sasaran

Berikut ironi-ironi yang menimpa rakyat jelata:
23 Oktober 2002: Hamdani bin Ijin, seorang buruh pabrik sandal PT Osaga Mas Utama, divonis hukuman kurungan selama 2 bulan 24 hari oleh Pengadilan Negeri Tangerang, Banten. Hamdani dituduh mencuri sandal bolong milik perusahaan. Awal kasusnya, pada 4 September 2000, Hamdani hendak menjalankan salat Asar. Seperti biasanya, Hamdani bersama rekan buruh lainnya secara bergantian menggunakan sandal apkiran, yang tersimpan di sebuah gudang, untuk mengambil air wudu.
Anehnya, manajemen pabrik melaporkan Hamdani kepada Kepolisian Sektor Jatiuwung, Tangerang, dengan tuduhan mencuri. Padahal kebiasaan meminjam sandal sebelum salat juga kerap dilakukan karyawan di pabrik itu. Selama ini, Hamdani dikenal sebagai pengurus serikat buruh di Karya Utama dan aktif memperjuangkan hak-hak karyawan di pabrik sandal yang terletak di Kilometer 5 kawasan Tangerang, Banten, itu.
Maret 2009: Empat anak sekolah dasar di Pamekasan, Madura, Jawa Timur, terpaksa berurusan dengan polisi karena mencuri ayam. Mereka terancam hukuman tujuh tahun penjara.
Mei 2009: Yaminah, 57 tahun, seorang nenek warga Abadi Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, terpaksa mendekam di balik terali besi Pengadilan Negeri Depok. Yaminah dijebloskan ke penjara dengan kasus yang amat sepele. Dia ditangkap petugas Polsek Sukmajaya karena dituduh mencubit pangkal tangan kiri pembantunya pada Mei lalu.
29 Mei 2009: Sepuluh anak penyemir sepatu berusia 11-14 tahun ditangkap di Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang, Banten. Mereka dituduh melakukan judi permainan tebak gambar mata uang koin. Pada 27 Juli 2009, majelis hakim Pengadilan Negeri Tangerang menyatakan 10 anak lelaki itu bersalah melakukan perjudian. Sebagai hukuman, anak-anak itu dikembalikan kepada orangtua mereka untuk dibina di bawah pengawasan Departemen Sosial.
November 2009: Tabriji, 47 tahun, warga Desa Mancaya, Kampung Gardu Kisalam, Carenang, Serang, Banten, oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Serang pada 11 November lalu dihukum tujuh bulan penjara karena terbukti mencuri dua ekor bebek milik tetangganya. [MJ] 

Jadi bagaimana dengan anda? apakah belum saatnya kita berubah? 

http://akhmadyusuf.blogspot.com/

Menolak Pluralisme

 Oleh: M. Shiddiq al-Jawi
Istilah Pluralisme (agama) sebenarnya mengandung 2 (dua) hal sekaligus, Pertama, deskripsi realitas bahwa di sana ada keanekaragaman agama. Kedua, perspektif atau pendirian filosofis tertentu menyikapi realitas keanekaragaman agama yang ada.



Hal itu misalnya dapat ditelaah dalam penjelasan Josh McDowell mengenai definisi pluralisme. Menurut McDowell, ada dua macam pluralisme; Pertama, pluralisme tradisional (Social Pluralism) yang kini disebut “negative tolerance”. Pluralisme ini didefinisikan sebagai “respecting others beliefs and practices without sharing them” (menghormati keimanan dan praktik ibadah pihak lain tanpa ikut serta [sharing] bersama mereka). Kedua, pluralisme baru (Religious Pluralism) disebut dengan “positive tolerance” yang menyatakan bahwa “every single individual’s beliefs, values, lifestyle, and truth claims are equal” (setiap keimanan, nilai, gaya hidup dan klaim kebenaran dari setiap individu, adalah sama (equal) (http://www.ananswer.org/mac/answeringpluralism.html, diakses 11/06/05).
Dari pengertian pluralisme agama McDowell di atas, jelas bahwa yang dia sampaikan bukan sekedar fakta, tapi sudah menyangkut opini, yaitu suatu sikap atau pandangan filosofis tertentu dalam menilai fakta. Pendirian filosofis itu nampak dari penilaian, bahwa semua keimanan, nilai, gaya hidup dan klaim kebenaran, adalah sama/setara (equal).
Maka dari itu, adalah suatu penyesatan atau disinformasi yang disengaja, kalau dikatakan bahwa pluralisme adalah hukum Tuhan atau sunnatullah. Benar, bahwa adanya keanekaragaman realitas, itu sunnatullah. Tapi perspektif atau pendirian filosofis tertentu menyikapi realitas plural itu, jelas bukan sunnatullah yang bersifat universal, melainkan suatu pendapat yang unique dan mengandung nilai atau pandangan hidup tertentu (value-bound).
Sebagai jalan keluar dan upaya klarifikasi, sebaiknya digunakan dua istilah, yaitu pluralitas, yang menunjuk pada fakta adanya kemajemukan, dan pluralisme, yang menunjuk pada opini atau perspektif tertentu dalam memandang realitas plural yang ada.
Terlepas dari itu, wacana pluralisme agama yang marak dewasa ini memang patut dikritisi secara cermat. Sebab di samping ada kerancuan pengertian seperti dijelaskan di atas (dalam pluralisme itu terkandung deskripsi fakta dan pendirian filosofis sekaligus), juga ada beberapa hal lain yang patut untuk dikritisi. Setidaknya ada 4 (empat) poin kritik terhadap pluralisme agama:
Pertama, aspek normatif. Secara normatif, yaitu dari kacamata Aqidah Islamiyah, pluralisme agama bertentangan secara total dengan Aqidah Islamiyah. Sebab pluralisme agama menyatakan bahwa semua agama adalah benar. Jadi, Islam benar, Kristen benar, Yahudi benar, dan semua agama apa pun juga adalah sama-sama benar. Ini menurut Pluralisme. Adapun menurut Islam, hanya Islam yang benar (Qs. Ali-Imran [3]: 19), agama selain Islam adalah tidak benar dan tidak diterima oleh Allah SWT (Qs. Ali-Imran [3]: 85).
Biasanya para penganjur pluralisme berdalil dengan Qs. al-Baqarah [2]: 62 dan Qs. al-Mâ’idah [5]: 69. Dalam Qs. al-Baqarah [2]: 62 Allah berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang Yahudi, Nashrani, dan Shabiin, barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir dan mengerjakan amal saleh, maka bagi mereka pahala dari Tuhan mereka dan tidak ada rasa takut atas mereka dan mereka tidak pula bersedih hati.” (Qs. al-Baqarah [2]: 62).
Ayat itu oleh kaum pluralis-inklusif, dipahami sebagai pembenaran agama selain Islam, yaitu Yahudi, Kristen, dan Shabiin. Jadi, Islam, Yahudi, Kristen, Shabiin sama-sama benarnya.
Pemahaman seperti itu salah, karena dua alasan. Pertama, pemahaman itu mengabaikan ayat-ayat lain yang menjelaskan kekafiran golongan Yahudi dan Nasrani, misalnya ayat dalam Qs. al-Bayyinah [98] atau Qs. al-Mâ’idah [5]: 72-75. Jadi, pemahaman kaum pluralis itu didasarkan pada metode penafsiran yang mengucilkan satu ayat, lalu ayat itu dipenjara dalam satu kotak sempit (bernama pluralisme), sementara ayat-ayat lain diabaikan begitu saja. Kedua, orang Yahudi, Kristen, dan Shabiin yang selamat, maksudnya adalah mereka yang beriman dan menjalankan amal saleh secara benar sebelum datangnya Muhammad Saw. Bukan setelah diutusnya Muhammad Saw (orang Kristen dan Yahudi sekarang). Sababun Nuzul ayat ini sebagaimana diriwayatkan al-Wahidi dan as-Suyuthi, adalah adanya pertanyaan dari sahabat bernama Salman al-Farisi ra kepada Nabi Saw tentang nasib kawan-kawannya dulu (Kristen) sebelum dia masuk Islam. Nabi menjawab, “Mereka di neraka.” Lalu turunlah ayat di atas yang menerangkan nasib baik mereka kelak di Hari Kiamat (Lihat kitab Lubabun Nuqul, As-Suyuthi, dan Asbabun Nuzul, Al-Wahidi).
Kedua, aspek orisinalitas. Asal-usul paham pluralisme bukanlah dari umat Islam, tapi dari orang-orang Barat, yang mengalami trauma konflik dan perang antara Katolik dan Protestan, juga Ortodok. Misalnya pada 1527, di Paris terjadi peristiwa yang disebut The St Bartholomeus Day’s Massacre. Pada suatu malam di tahun itu, sebanyak 10.000 jiwa orang Protestan dibantai oleh orang Katolik. Peristiwa mengerikan semacam inlah yang lalu mengilhami revisi teologi Katolik dalam Konsili Vatikan II (1962-1965). Semula diyakini bahwa extra ecclesiam nulla salus (outside the church no salvation), tak ada keselamatan di luar gereja. Lalu diubah, bahwa kebenaran dan keselamatan itu bisa saja ada di luar gereja (di luar agama Katolik/Protestan). Jadi, paham pluralisme agama ini tidak memiliki akar sosio historis yang genuine dalam sejarah dan tradisi Islam, tapi diimpor dari setting sosio historis kaum Kristen di Eropa dan AS.
Ketiga, aspek inkonsistensi gereja. Andaikata hasil Konsili Vatikan II diamalkan secara konsisten, tentunya gereja harus menganggap agama Islam juga benar, tidak hanya agama Kristen saja yang benar. Tapi, fakta menunjukkan bahwa gereja tidak konsisten. Buktinya, gereja terus saja melakukan kristenisasi yang menurut mereka guna menyelamatkan domba-domba yang sesat (baca: umat Islam) yang belum pernah mendengar kabar gembira dari Tuhan Yesus. Kalau agama Islam benar, mengapa kritenisasi terus saja berlangsung? Ini artinya, pihak Kristen sendiri tidak konsisten dalam menjalankan keputusan Konsili Vatikan II tersebut.
Keempat, aspek politis. Secara politis, wacana pluralisme agama dilancarkan di tengah dominasi kapitalisme yang Kristen, atas Dunia Islam. Maka dari itu, arah atau sasaran pluralisme patut dicurigai dan dipertanyakan, kalau pluralisme tujuannya adalah untuk menumbuhkan hidup berdampingan secara damai (peacefull co-existence), toleransi, dan hormat menghormati antar umat beragama. Menurut Amnesti Internasional, AS adalah pelanggar HAM terbesar di dunia. Sejak Maret 2003 ketika AS menginvasi Irak, sudah 100.000 jiwa umat Islam yang dibunuh oleh AS. Jadi, pertanyaannya, mengapa bukan AS yang menjadi sasaran penyebaran paham pluralisme? Mengapa umat Islam yang justru dipaksa bertoleransi terhadap arogansi AS? Bukankah AS yang sangat intoleran kepada bangsa dan umat lain, khususnya umat Islam? Bukankah tentara AS di Guantonamo (Kuba) yang membuang al-Qur’an ke dalam WC? Mengapa umat Islam yang justru dipaksa ramah, tersenyum, dan toleran kepada AS, padahal justru umat Islamlah yang menjadi korban hegemoni AS yang biadab, kejam, brutal, sadis, dan tak berperikemanusiaan?
Dari keempat gugatan terhadap pluralisme di atas, kiranya dapat dipetik suatu kesimpulan yang berharga, bahwa ide pluralisme agama wajib ditolak. Sebab ide tersebut bertentangan secara normatif dengan Aqidah Islam, tidak orisinal alias palsu karena tumbuh dalam setting sosio historis Barat, diimplementasikan secara inkonsisten, dan membahayakan umat Islam secara politis, karena akan membius umat agar tidak sadar telah diinjak-injak oleh hegemoni AS.
Tujuan akhir dari konsep pluralisme agama sangat mudah dibaca, yaitu agar umat Islam hancur Aqidahnya, sehingga hegemoni kapitalisme yang kafir atas Dunia Islam semakin paripurna dan total. Karena Barat sangat memahami, bahwa Aqidah Islam adalah rahasia atau kunci vitalitas dan kebangkitan umat Islam. Maka kalau tidak segera dihancurkan, umat Islam akan bisa menjadi potensi ancaman serius untuk hegemoni Barat di masa datang. Maka sebelum umat Islam bangkit, Aqidah Islam dalam dada mereka harus dihancurkan dan dimusnahkan, agar umat Islam takluk dan tunduk patuh sepenuh-penuhnya kepada kaum penjajah kafir. Itulah tujuan sebenarnya dari wacana pluralisme agama ini, tidak ada yang lain. [ ]
Sumber: www.khilafah1924.org
http://akhmadyusuf.blogspot.com/

Survey YouGov : 40 % Mahasiswa Muslim Inggris Mendukung Syariah dan 33 % Mendukung Khilafah

 HTI-Press. Dalam sebuah hasil survey yang dilakukan YouGov terungkap hasil yang cukup mengejutkan dua perlima (40 %) dari mahasiswa Muslim yang disurvei mendukung diterapkannya Syariah menjadi undang-undang bagi Muslim Inggris. Sementara itu sepertiga (33%) dari mahasiswa Muslim yang disurvei mendukung diterapkannya kekhalifahan di seluruh dunia yang didasarkan pada hukum Syari’ah. Mayoritas (58%) dari anggota aktif Masyarakat Islam kampus mendukung ide ini. 

 
Hasil ini disampaikan Jhon Thorne dan Hannah Stuart dari oleh Pusat Kohesi Sosial di Inggris dalam laporannya yang berjudul Islam di Kampus : Sebuah Survey Jajak Pendapat Mahasiswa di Inggris. Islam di Kampus adalah survei yang paling komprehensif yang pernah dilakukan atas pendapat para mahasiswa Muslim di Inggris, berdasarkan polling yang tugaskan khusus untuk itu yakni YouGov atas 1400 mahasiswa, di lapangan maupun lewat wawancara.
Laporan ini meneliti sikap para mahasiswa mengenai isu-isu kunci termasuk toleransi beragama, kesetaraan gender dan integrasi. Sementara mayoritas mahasiswa Muslim ‘mendukung sekularisme dan nilai-nilai demokrasi, mereka toleran terhadap kelompok-kelompok lain dan menolak kekerasan atas nama agama, Islam di Kampus juga mengungkap temuan-temuan yang signifikan. Kecendrungan mahasiswa muslim Inggris untuk mendukung syariah dan Khilafah memang meningkat meskipun belum menjadi suara mayoritas.
Adapun ketika ditanya tentang isu perang Irak, dua pertiga dari mahasiswa Muslim yang disurvei (66%) mengatakan mereka telah kehilangan rasa hormat terhadap pemerintah Inggris karena invasinya ke Irak. Secara terpisah, 20% juga mengatakan bahwa rasa hormat mereka terhadap masyarakat Inggris secara keseluruhan telah berkurang.


Namun, hampir sepertiga (30%) dari mahasiswa Muslim yang disurvei mengatakan mereka menghormati masyarakat Inggris telah meningkat didasarkan pada reaksi publik (umumnya negatif) terhadap perang Irak.
57% dari mahasiswa Muslim yang disurvei mengatakan bahwa prajurit Muslim Inggris harus dibiarkan untuk memilih keluar untuk mengambil bagian dalam operasi militer di negara-negara Muslim, dibandingkan dengan sebagian besar (71%) dari responden non-Muslim yang mengatakan mereka seharusnya tidak keluar.
Peran Hizbut Tahrir
Selama ini gerakan Islam di kampus Inggris yang sangat gencar menyerukan syariah dan Khilafah adalah Hizbut Tahrir. Kelompok liberal telah menggunakan berbagai cara untuk mencegah berkembanganya Hizbut Tahrir di kampus-kampus Inggris. Namun tampaknya upaya itu tidak berhasil. Meskipun belum menjadi suara mayoritas, dukungan mahasiswa Inggris terhadap syariah dan Khilafah semakin meningkat.
Banyak diantara mahasiswa muslim yang tadinya berpikir sekuler kemudian berubah setelah berinteraksi dengan aktivis Hizbut Tahrir di kampus-kampus. Salah satunya adalah pengalaman Dr Nazreen Nawas . Muslimah yang sekarang menjadi Perwakilan Media Muslimah HT Inggris ini belajar kedokteran di Kings College London dan lulus tahun 1997, juga mendapat gelar BSc di bidang Biomedical Science.
Walaupun lahir dari keluarga Muslim, gaya hidup dan pemikiran Nazreen sebelum mengenal Hizbut Tahrir sangat terbentuk oleh nilai-nilai dan ide-ide Barat.” Saya melihat Islam hanya sebagai suatu keyakinan agama yang tidak memiliki kaitan dengan politik atau aturan yang mengatur suatu masyarakat. Pengetahuan saya tentang Islam hanya terbatas pada beberapa ibadah ritual seperti shalat, puasa, haji dan zakat”, ujarnya.
Namun pandangannya berangsur berubah setelah berinteraksi dengan Muslimah HT. Dia mengakui pertama kali mengenal HT saat masuk kuliah di universitas ketika menghadiri pengajian-pengajian dan diskusi-diskusi yang diadakannya. Melalui diskusi dengan para anggotannya, dia kemudian menjadi yakin secara rasional melalui bukti-bukti yang diberikan bahwa Islam adalah satu-satunya agama yang benar dan cara hidup untuk seluruh umat manusia.
Mulailah tergambar dalam benaknya bahwa ketika Islam dijadikan sebagai sebuah sistem pemerintahan dan hukum dalam sebuah negara, maka negara itu dapat menjadi negara yang memimpin dengan kuat secara ekonomi maupun moral, mengangkat dan menciptakan suatu masyarakat yang maju di bidang teknologi dan sains, di samping menjadi negara yang aman, tentram dan menjunjung kehormatan umat manusia.
“Dari penelitian yang saya lakukan, HT lah satu-satunya kelompok yang dapat mempertanggung jawabkan setiap pernyataanya, mengadopsi segala pemikiran dan tindakannya dengan mengambil dalil-dalil Islam, memiliki kejelasan dalam tujuannya, dalam setiap langkah perjuangannya, dan visi sebuah negara yang akan dibangunnya, termasuk dibuatnya sebuah draft konstitusi,” tegasnya.(RZ/FW)
http://akhmadyusuf.blogspot.com/

Jumat, 08 Januari 2010

Memberi Itu Indah !

 Memberi Itu Indah !
Semakin Anda memberikan diri, semakin Anda memahami diri sendiri.


Jika kita sedang sedih, cobalah membuat orang lain gembira, dan lihat apa yang terjadi. Jika kita merasa hampa dan tak genap, cobalah melakukan suatu pekerjaan yang bermakna dan bermanfaat, lalu bagaimana perasaan kita jadinya. Syaratnya sobat, kita harus melakukan suatu pekerjaan ini dengan kecintaan dan antusiasme. Jika tidak ada kecintaan, sulit memberikan hasil yang baik. Kita juga mungkin akan merasa kurang genap dan bahagia atau yakin bahwa pekerjaan kita bermakna. Pada akhirnya, kita kehilangan energi untuk melakukan pekerjaan itu sehingga hasilnya pun buruk.

Sobat, jika kita berkecukupan tetapi tidak sanggup berbagi kekayaan atau menyumbangkan harta benda dan ilmu yang kita miliki, kita tidak benar-benar kaya. Sebaliknya, jika kita tidak kaya, tetapi kita memberikan diri kita, waktu kita, dan pengetahuan kita, kita sungguh-sungguh kaya dan kita akan menerima jauh lebih banyak daripada yang sanggup kita bayangkan.

Sobat, semuanya berpulang pada memberi. Jika kita mengharapkan kebahagiaan, kita harus memberikan kebahagiaan.Jika kita ingin kekayaan, kita harus memberikan kekayaan. Jika kita mendambakan cinta, kita harus memberikan cinta. Karena hanya dalam memberi kita menerima. Memberi memperkaya hidup kita dengan makna, kegenapan, dan kebahagiaan. Memberi memungkinkan kita membebaskan potensi diri dan menciptakan berbagai terobosan. Sesungguhnya, mampu memberi merupakan hak istimewa. Jadi berikanlah waktu kita, ilmu kita, kearifan kita, harta kita dan cinta kita – dan rasakan kekuatan dan keindahan memberi.

Sobat, banyak sekali kesedihan di dunia ini, tetapi juga tersedia tak terhingga banyaknya cara untuk menciptakan perbedaan positif. Kita dapat memperoleh manfaat yang sangat besar dari memberi. Diantaranya adalah teman baru, rasa aman, kesehatan yang lebih baik, kebahagiaan, dan kebanggaan. Kita yang terbaik adalah kita saat menciptakan perbedaan dan berperan serta. Kecintaan pada suatu gerakan yang berfaedah akan membantu kita menggali kreativitas. Kita seperti pipa saluran air – semakin kita biarkan memberi mengalir melalui kita, semakin banyak keberlimpahan yang mengalir kembali ke dalam hidup kita. Semakin banyak kita memberi, semakin banyak kita menerima.
Memberi sungguh pengalaman yang indah.

Suatu hari pernah dikisahkan oleh Imam Ali, ada seorang laki-laki datang kepada Rasulullah Saw. dan berkata, " Wahai Rasul Ajarilah aku suatu amalan yang membuat aku dicintai oleh Allah dan para makhluk, Allah memperbanyak hartaku, menyehatkan badanku, memanjangkan umurku, dan membangkitkan aku di makhsyar bersamamu."
Rasulullah Saw kemudian menjawab, " Enam permintaanmu itu memerlukan enam perkara yang lainnya.
1. Bila engkau ingin dicintai Allah, takutlah kepada-Nya dan bertakwalah.
2. Bila engkau ingin dicintai para makhluk, berbuat baiklah kepada mereka, dan jangan berharap sesuatu dari yg mereka miliki.
3. Bila engkau ingin rezekimu diperbanyak, zakatilah harta bendamu.
4. Bila engkau ingin badanmu disehatkan, perbanyaklah shodaqoh.
5. Bila engkau ingin umurmu diperpanjang, bersilaturrahmilah kepada kaum kerabatmu.
6. Bila engkau ingin dikumpulkan bersamaku di padang Makhsyar, perpanjanglah sujudmu kepada Allah Yang Maha Esa dan Maha Perkasa.
Berdasarkan pesan Rasulullah SAW di atas, menafkahkan harta di jalan Allah ( zakat dan shodaqoh) akan bisa membuat kita kaya dan berkecukupan. Amirul mukminin Ali Bin Abi Thalib pernah menyatakan, “ Pancinglah rezeki dengan shodaqoh.” Rasulullah SAW bersabda yang artinya ;

“ Bersegeralah bershodaqoh, sebab yang namanya malapetaka tidak pernah bisa mendahului shodaqoh.”

“ Obatilah penyakitmu dengan shodaqoh.”

Sobat, sungguh demi Allah mengenai keutamaan, manfaat, keajaiban atau energi yang dihasilkan oleh shodaqoh telah banyak buku dan karya tulis serta bukti empirik yang benar-benar telah membuktikan. Dalam tulisan singkat ini setidaknya ada tiga hal penting yang harus kita perhatikan dalam bershodaqoh sehingga aktivitas ini bernilai ibadah dan menjadi benar-benar barokah bagi kita.

1. Niat Tulus semata-mata karena Allah SWT. Allahlah yang harus kita tuju, bukan hal-hal lainnya. Mengenai hikmah,keutamaan, keajaiban dan energi dari shodaqoh yang kita keluarkan biarkanlah itu menjadi hak Allah. Mengabulkan apa yang kita minta adalah hak Allah. Pokoknya semuanya kita niatkan dalam rangka menggapai ridho Allah SWT.
2. Hindarilah cara-cara bershodaqoh berikut; pamer,gerutu, kalau ada kelebihan rezeki bukan yang terbaik yang kita miliki, terpaksa, asal memberi tanpa memperhatikan apakah cara memberi, tujuan memberi, sesuatu yang akan diberikan,itu baik atau tidak, halal atau haram.
3. Tujuan bershodaqoh berikut harus kita hindari ; Keajaiban, jika tujuan kita adalah keajaiban dalam bershodaqoh, maka shodaqoh kita tidak memberikan pengaruh, tujuan popularitas dan kekuasaan, mengikat untuk menjerat orang agar bisa kita kendalikan, mengharap balasan dari orang lain.

Insya Allah sobat, dengan cara menghindari niat, cara, dan tujuan yang keliru seperti yang saya jelaskan di atas maka kita akan mengeluarkan shodaqoh dengan benar, bernilai ibadah, mendatangkan pahala, serta keberkahan dan memberikan keajaiban pada hidup kita. Rezeki tak terduga akan dating menghampiri kita. Cepat atau lambat ! Inilah Rahasianya. Salam Sukses mulia! Salam Dahsyat dan Luar Biasa!
( Spiritual Motivator – N.Faqih Syarif H, Penulis Buku Al Quwwah ar ruhiyah Kekuatan Spirit Tanpa Batas, www.cahayaislam.com atau www.fikrulmustanir.blogspot.com )
[Akhmadyusuf.blogspot.com]

Agama Baru Itu Bernama Pluralisme !

 Agama Baru Itu Bernama Pluralisme !
Oleh.Singgih Saptadi

Latar Belakang Pembahasan

Fenomena tampilnya aliran-aliran sesat (sempalan dari Islam) di Indonesia melahirkan pro-kontra seputar kebebasan memilih kepercayaan. Pihak yang mendukung keberlangsungan berbagai aliran sesat tersebut, selain menyebut-nyebut hak asasi manusia, juga membuat pernyataan-pernyataan bernuansa pluralisme. Seorang tokoh negeri ini menolak pelarangan Ahmadiyah dengan menyatakan, “Ini bukan negara Islam. Ini adalah negara nasional. Yang berlaku ukuran-ukuran nasional bukan ukuran-ukuran Islam.”

Muncul pula isu multikulturalisme dimana salah satu hasil penelitian yang diumumkan oleh Badan Litbang Departemen Agama pada 11 Desember 2007 berjudul “Pemahaman Nilai-Nilai Multikultural Para Da’i.” Namun, sejatinya multikulturalisme tak lain adalah pluralisme itu sendiri, karena di bagian pengantar laporan hasil penelitian itu disebutkan bahwa konflik antar-pemeluk agama diakibatkan oleh “ … adanya pemahaman keberagamaan masyarakat yang masih eksklusif. Pemahaman ini dapat membentuk pribadi yang antipati terhadap pemeluk agama lain. Pribadi yang selalu merasa hanya agama dan alirannya saja yang paling benar sedangkan agama dan aliran lainnya adalah salah dan dianggap sesat.”

Kemudian, Gatra 23 Januari 2008 pada tajuk “Jembatan Ayat Keras dan Lunak” memberitakan kelulusan Doktoral Abd Moqsith (aktivis Jaringan Islam Liberal) dengan disertasi “Perspektif Al-Quran tentang Pluralitas Umat Beragama” yang dibimbing oleh Prof. Dr. Nasaruddin Umar, M.A (Dirjen Bimas Islam dan guru besar ilmu tafsir di UIN Jakarta) dan Prof. Dr. Komaruddin Hidayat (Rektor UIN Jakarta). Salah satu tujuan penyusunan disertasi tersebut adalah “menyusun tafsir ayat-ayat Al-Quran yang lebih relevan dengan konteks zaman yang semakin plural dari sudut agama, terutama mengontekstualisasikan ayat-ayat Al-Quran yang secara literal-skripturalistik berseberangan dengan semangat toleransi dan penghargaan terhadap umat agama lain.” Dilihat dari tujuan tersebut, nuansa pluralisme sangatlah kental.

Sebagaimana haq dan batil yang bertarung sejak Adam ‘alayhissalam masih di surga dan tak akan pernah usai pertarungannya hingga hari kiamat, maka tulisan ini mencoba mengangkat lagi isu pluralisme, baik dari aspek definisi, alasan kelahirannya dan sikap Islam terhadap pluralisme tersebut. Tulisan ini akan berfokus pada pluralisme agama (religious pluralism).

Definisi Pluralisme Agama

Dalam Wikipedia, The Free Encyclopedia (1 Februari 2008) pada entry Religious Pluralism dituliskan: Religious pluralism (rel. comparative religion) is a loosely defined term concerning peaceful relations between different religions, and is also used in a number of related ways: Religious Pluralism may describe the worldview that one’s religion is not the sole and exclusive source of truth, and thus recognizes that some level of truth and value exists in at least some other religions. (Pluralisme agama secara mudah adalah istilah bagi hubungan-hubungan damai antara beragam agama atau pluralisme agama menggambarkan pandangan bahwa agama seseorang bukanlah satu-satunya dan secara eksklusif menjadi sumber kebenaran, dan karenanya pluralisme agama meyakini bahwa kebenaran itu tersebar di agama-agama yang lain.)

Dr. Anis Malik Thoha, dalam makalah “Menengarai Implikasi Faham Pluralisme Agama” menjelaskan bahwa Professor John Hick, seorang teolog dan filosof Kristen Kontemporer, memberikan definisi pluralisme agama sebagai berikut: Pluralism is the view that the great world faiths embody different perceptions and conceptions of, and correspondingly different responses to, the Real or the Ultimate from within the major variant cultural ways of being human; and that within each of them the transformation of human existence from self-centredness to Reality centredness is manifestly taking place – and taking place, so far as human observation can tell, to much the same extent (John Hick dalam Problems of Religious Pluralism).
Pluralisme, menurut John Hick, adalah pandangan bahwa agama-agama besar memiliki persepsi dan konsepsi tentang, dan secara bertepatan merupakan respon yang beragam terhadap Sang Wujud atau Sang Paripurna dari dalam pranata kultural manusia yang bervariasi; dan bahwa transformasi wujud manusia dari pemusatan-diri menuju pemusatan-Hakikat terjadi secara nyata hingga pada batas yang sama.

Dalam bukunya Tren Pluralisme Agama, Dr. Anis Malik Thoha menuliskan, dengan kata lain Hick ingin menegaskan bahwa semua agama sejatinya merupakan tampilan-tampilan dari realitas yang satu. Semua tradisi atau agama yang ada di dunia ini adalah sama validnya, karena pada hakekatnya semuanya itu tidak lain hanyalah merupakan bentuk-bentuk respons manusia yang berbeda terhadap sebuah realitas transenden yang satu dan sama, dan dengan demikian, semuanya merupakan “authentic manifestations of the Real.” Ringkasnya, semua agama secara relatif adalah sama, dan tak ada satu pun agama yang berhak mengklaim diri “uniqueness of truth and salvation” (sebagai satu-satunya kebenaran atau satu-satunya jalan menuju keselamatan).
Pemahaman John Hick ini dibangun dengan makna agama dalam perspektif sekular dan positivisme yang mengingkari perkara-perkara yang gaib dengan alasan tidak terbukti secara empiris. Karenanya, tidak mengherankan “agama”, menurut mereka, merupakan respon manusia atau “religious experience” (pengalaman keagamaan / pengalaman spiritual) dan tidak mengakui adanya wahyu agama dari Tuhan. Sehingga menurut John Hick, Sang Wujud itu tunggal, tetapi manusia memiliki persepsi bermacam-macam tentang Sang Wujud tersebut, seperti Islam menyebut Sang Wujud dengan Allah, Yahudi dengan Yahweh, Nasharani dengan trinitasnya dan lainnya.

Alasan Kemunculan dan Konsekuensi Pluralisme Agama

Beberapa faktor munculnya pluralisme agama adalah sebagai berikut:

Faktor pertama, keyakinan konsep ketuhanannya adalah paling benar. Jika kita bandingkan dengan agama-agama langit, Yahudi, Nashrani dan Islam, maka kita temukan konsep tentang tuhan yang berbeda-beda. Yahudi memiliki konsep yang begitu rasis, sehingga Yahweh adalah tuhan “khos” bagi mereka. Nashrani memiliki keyakinan tuhan yang berinkarnasi (menitis) dalam bentuk manusia. Islam berkeyakinan Allah adalah tuhan Yang Maha Esa bagi seluruh makhluk. Apalagi jika ditambah dengan berbagai agama lainnya, konsep ketuhanan ini semakin banyak ragamnya.

Faktor kedua, keyakinan bahwa agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Tidak hanya agama langit, Yahudi, Nashrani dan Islam, agama-agama dunia pun meyakini jalan keselamatan ada pada agama mereka.

Faktor ketiga, keyakinan bahwa mereka adalah umat pilihan. Penganut Yahudi merasa dirinya sebagai orang-orang yang mendapat anugerah untuk mengelola dunia. Kaum Nashrani juga memiliki keyakinan serupa. Kaum Muslim juga tidak berbeda, bahkan al Quran memberikan justifikasi bahwa mereka (kaum Muslim) adalah umat pilihan, meski tidak bisa dilupakan, bahwa al Quran menjelaskan syarat-syarat umat pilihan tersebut.
Berdasarkan ketiga faktor ini, para penggagas pluralisme melihat konflik yang terjadi seringkali dilandasi oleh keyakinan-keyakinan internal agama itu sendiri. Sehingga persepsi tentang ketuhanan, jalan keselamatan dan umat pilihan harus didefinisikan ulang, sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif.

Faktor keempat, pergeseran cara pandang kajian terhadap agama. Dalam kajian agama yang seharusnya berpijak pada keyakinan, kajian ilmiah moderen memposisikan agama sebagai obyek kajian yang sama sebagaimana ilmu pengetahuan pada umumnya, yaitu berpijak pada keraguan. Cara pandang kajian ilmiah terhadap agama yang dipenuhi keraguan bisa jadi sangat “klop” bagi agama selain Islam, namun tidak untuk Islam.

Faktor kelima, kepentingan ideologis dari kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan oleh kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.

Karena itu, jika ditinjau dari aspek sejarah, khususnya sejarah Yahudi dan Nashrani, maka faktor pertama hingga keempat boleh diakui sebagai alasan awal munculnya pluralisme agama. Namun, faktor kelima, hegemoni kapitalisme adalah alasan dominan bagi maraknya isu pluralisme agama.

Memang, pluralisme agama tidak bisa dilepaskan dengan isu globalisasi, yang tentu saja tidak bisa kita maknai sekedar ekonomi dunia tanpa batas. Globalisasi merupakan upaya penganut kapitalisme mengglobalkan nilai-nilai kapitalisme, termasuk didalamnya gagasan agama baru yang bernama pluralisme agama. Karena itu,jika kita menerima pluralisme agama berarti kita harus siap menerima kapitalisme itu sendiri.
Konsekuensi gagasan pluralisme agama yang pertama adalah penghapusan identitas-identitas agama yang sudah ada sebelum pluralisme agama dari kehidupan umum. Dalam kasus Islam, misalnya, Barat berupaya mendesain Islam yang kebarat-baratan, yaitu nilai-nilai Islam yang tidak selaras dengan nilai Barat harus dimodifikasi. Ambil contoh tentang jihad yang secara syar’iy bermakna perang fisik untuk menghilangkan penghalang dakwah “dikebiri” sebatas upaya sungguh-sungguh. Pemakaian hijab oleh muslimah dalam kehidupan umum dihalangi demi “menjaga wilayah publik yang sekular dari intervensi agama.” Bahkan, pasca peristiwa 911, sekolah-sekolah Islam di Amerika Serikat dan Kanada harus menghapuskan kurikulum yang berbau anti-semit (anti Yahudi) dan eksklusif. Fenomena ini kemudian disebut oleh John L. Esposito sebagai Americanization (dalam bukunya Muslims on the Americanization Path?).
Ini berarti, sebagaimana persepsi Barat terhadap agama, pluralisme agama menegaskan “wilayah peran” bagi agama-agama yang sudah ada yaitu pada wilayah privat hubungan individu dengan tuhannya belaka. Sedangkan wilayah lain dalam kehidupan manusia harus tunduk pada pluralisme agama. Ringkasnya, pluralisme agama menegaskan adanya sekulerisme.

Konsekuensi berikutnya dari pluralisme agama adalah keseragaman yang muncul akibat hilangnya identitas-identitas agama dalam kehidupan umum. Sebuah contoh adalah ungkapan “kalimatun sawa” yang secara “sembrono” dan parsial diambil oleh Nurcholish Madjid dan kemudian ditempelkan bagi Pancasila. “Dari perspektif Islam, Pancasila dianggap sebagai “kalimah sawa” (common ground) antara faksi-faksi atau kelompok-kelompok agama yang diperintahkan oleh Allah untuk menggalinya dan mendakwahkannya. Allah telah memerintahkan hal ini kepada NabiNya dalam Al Quran (surah Ali Imran: 64) yang artinya “Katakanlah (wahai Muhammad): Wahai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan (kalimah sawa’) antara kami dan kamu.” (dalam Islamic Roots of Modern Pluralism, Studia Islamika April-Juni 1994). Kiranya dengan isu kebersamaan dan ketentraman kehidupan berbangsa, wacana asas tunggal kembali digulirkan.

Konsekuensi lain pluralisme agama adalah munculnya agama-agama baru yang meramu dari berbagai agama yang ada. Dalam istilah lain beragama secara prasmanan (ala carte). Seseorang bisa meracik sendiri menunya dalam beragama, selama tetap berada dalam batas yang diakui oleh pluralisme agama, yaitu kebebasan manusia yang lain.
Humanisme menjadi kunci bagi berkembangnya pluralisme agama, terutama dalam kemunculan berbagai agama baru tersebut. Humanisme menempatkan manusia sebagai standar bagi segala sesuatu. Karena itu, ketika bergabung humanisme, definisi agama sebagai pengalaman relijius manusia dan relativitas kebenaran agama (semua agam valid), maka bermunculan manusia-manusia dengan kebebasannya meramu sendiri agama yang dia yakini. Sehingga fenomena seperti Ahmadiyah, Jamaah Salamullah kemudian Al Qiyadah Al Islamiyyah wajar saja muncul pada masa seperti ini. Dan wajar pula, banyak orang, khususnya pendukung pluralisme agama, menolak pelarangan terhadap berbagai aliran tersebut, meski itu berarti penodaan terhadap Islam.

Adakah Pengakuan Islam akan Pluralisme Agama?

Islam mengakui keberadaan agama-agama lain dan itu merupakan pengakuan Islam terhadap pluralitas (keragaman) dalam kehidupan. Namun, pengakuan Islam terhadap keberadaan agama-agama tersebut bukan berarti pengakuan Islam terhadap kevalidan ajarannya. Ini ditunjukkan dalam banyak ayat al Quran.
Seseorang tidak akan dipaksa untuk memeluk Islam, tetapi Islam tetap menjelaskan bahwa jalan Islam adalah petunjuk dan berbeda dengan jalan lain yang merupakan kesesatan.
Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (QS al Baqoroh: 256)

Islam mengakui adanya kitab-kitab sebelum al Quran dan mengakui pula adanya syariat-syariat agama-agama samawi sebelumnya. Namun, Islam meyakini bahwa al Quran menjadi standar bagi kitab-kitab samawi sebelumnya.
Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu. Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang. Sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang telah kamu perselisihkan itu (QS al Maidah: 48)

Ketika terjadi perselisihan antara Islam dengan para Ahli Kitab, al Quran memerintahkan agar mengembalikan perselisihan tersebut kepada agama yang lurus yang tidak ada perbedaan antara agama-agama samawi, yaitu kepada aspek ketauhidan.
Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”. (QS Ali Imran: 64)

Al Quran menegaskan bahwa Islamlah agama yang diriloi Allah sebagaimana dijelaskan dalam ayat ke-19 surat Ali Imran. Selain itu, al Quran menjelaskan bahwa setelah datangnya Islam, tidak ada jalan keselamatan kecuali dengan Islam.
Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. (QS al Maidah: 3)
Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. (QS Ali Imran: 85)

Jelas dan gamblang bahwa Islam mengakui pluralitas agama dan menolak pluralisme agama.
Namun, penjelasan-penjelasan dalam berbagai ayat al Quran seringkali diambil secara parsial dan sembarangan untuk “pembenaran” pendapat para pengusung pluralisme agama. Karena itu, baik disadari maupun tidak, para pengusung pluralisme agama telah menjadikan pluralisme agama itu sendiri sebagai agama baru. Dimana ciri sebuah agama adalah klaim kebenaran bahwa pluralisme agamalah yang benar, eksklusivitas pluralisme agama dengan menyingkirkan agama-agama dan menyentuh semua aspek kehidupan dengan mengakui beragam peribadatan dan menyeragamkan kehidupan umum.
Inilah yang terjadi, ketika kaum Muslim kehilangan Khilafah Islamiyyah, yaitu kepemimpinan yang menerapkan Islam, melindungi akidah Islam mereka dan menjaga kemuliaan Islam dari penodaan.
diambil dari (www.fikrulmustanir.blogspot.com atau www.cahayaislam.com )

[Akhmadyusuf.blogspot.com]

Pluraisme dalam Islam?

 Pluralisme Bertentangan dengan Islam, Haram Menyebarkan dan Menerapkannya

Bersamaan dengan meninggalnya Gus Dur, isu pluralisme kembali menjadi perbincangan. Presiden SBY pun secara khusus memberikan gelar “Bapak Pluralisme” untuk Gus Dur. Padahal MUI sendiri dalam fatwanya No.7/MUNAS VII/MUI/11/2005 telah dengan jelas-jelas menyebutkan bahwa pluralisme adalah paham yang bertentangan dengan ajaran agama Islam, dan umat Islam haram mengikuti paham tersebut. Bagaimana sesungguhnya pluralisme itu dan bagaimana pandangan Islam terhadapnya ?
Pluralisme didefinisikan sebagai paham yang mengakui adanya pemikiran beragam -agama, kebudayaan, peradaban, dan lain-lain. Kadang-kadang pluralisme juga diartikan sebagai paham yang menyatakan, bahwa kekuasaan negara harus diserahkan kepada beberapa golongan (kelompok), dan tidak boleh dimonopoli hanya oleh satu golongan. Merujuk pada definisi kedua ini, Ernest Gellner menyebut model masyarakat yang menjunjung tinggi hukum dan hak-hak individu sebagai masyarakat sipil (civil society). Gellner juga menyatakan bahwa civil society merupakan ide yang menggambarkan suatu masyarakat yang terdiri dari lembaga-lembaga otonom yang mampu mengimbangi kekuasaan negara.
Kemunculan ide pluralisme –terutama pluralisme agama- didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan truth claim yang dianggap sebagai pemicu munculnya ekstrimitas, radikalisme agama, perang atas nama agama, konflik horizontal, serta penindasan antar umat agama atas nama agama. Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya paling benar (lenyapnya truth claim). Adapun dilihat dari cara menghapus truth claim, kaum pluralis terbagi menjadi dua kelompok besar. Kelompok pertama berusaha menghapus identitas agama-agama, dan menyerukan terbentuknya agama universal yang mesti dianut seluruh umat manusia. Menurut mereka, cara yang paling tepat untuk menghapus truth claim adalah mencairkan identitas agama-agama, dan mendirikan apa yang disebut dengan agama universal (global religion). Sedangkan kelompok kedua menggagas adanya kesatuan dalam hal-hal transenden (unity of transenden). Dengan kata lain, identitas agama-agama masih dipertahankan, namun semua agama harus dipandang memiliki aspek gnosis yang sama. Menurut kelompok kedua ini, semua agama pada dasarnya menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya berbeda-beda. Gagasan kelompok kedua ini bertumpu pada ajaran filsafat perennial yang memandang semua agama menyembah Realitas Mutlak yang sama, dengan cara penyembahan yang berbeda-beda.
Inilah gagasan-gagasan penting seputar ide pluralisme agama yang saat ini dipropagandakan di dunia Islam melalui berbagai cara dan media, misalnya dialog lintas agama, doa bersama, dan lain sebagainya. Pada ranah politik, ide pluralisme didukung oleh kebijakan pemerintah yang harus mengacu kepada HAM dan asas demokrasi. Negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada setiap warga Negara untuk beragama, pindah agama (murtad), bahkan mendirikan agama baru. Setiap orang wajib menjunjung tinggi prinsip kebebasan berfikir dan beragama, seperti yang dicetuskan oleh para penggagas paham pluralisme.
Argumentasi Para Penggagas Pluralisme Agama dan Koreksinya
Meskipun ide pluralisme –baik yang beraliran agama global maupun kesatuan transenden — ditujukan untuk meredam konflik akibat adanya keragaman agama, dan truth claim, namun ide ini ujung-ujungnya malah menambah jumlah agama baru dengan truth claim yang baru pula. Wajar saja jika ide ini mendapat tantangan keras dari agama beserta pemeluknya, terutama Islam dan kaum Muslim. Oleh karena itu, para pengusung gagasan pluralisme berusaha dengan keras mencari pembenaran dalam teks-teks agama agar paham ini (pluralisme) bisa diterima oleh kaum Muslim. Adapun alasan-alasan yang sering mereka ketengahkan untuk membenarkan ide pluralisme tersebut adalah sebagai berikut:
a. Surat al-Hujurat Ayat 13
Allah swt telah berfirman;
يَاأَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَى وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kalian dari laki-laki dan perempuan, dan Kami menjadikan kalian berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian adalah orang yang paling bertaqwa di sisi Allah. “(al-Hujurat:13).
Menurut kaum pluralis, ayat ini menunjukkan adanya pengakuan Islam terhadap ide pluralisme.
Koreksi:
Pada dasarnya, ayat ini sama sekali tidak berhubungan dengan ide pluralisme agama yang diajarkan oleh kaum pluralis. Ayat ini hanya menjelaskan keberagaman (pluralitas) suku dan bangsa. Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan bahwa Islam mengakui ‘klaim-klaim kebenaran” (truth claim) dari agama-agama, isme-isme, dan peradaban-peradaban selain Islam. Ayat ini juga tidak mungkin dipahami, bahwa Islam mengakui keyakinan kaum pluralis yang menyatakan, bahwa semua agama yang ada di dunia ini menyembah Satu Tuhan, seperti Tuhan yang disembah oleh kaum Muslim. Ayat ini juga tidak mungkin diartikan, bahwa Islam telah memerintahkan umatnya untuk melepaskan diri dari identitas agama Islam, dan memeluk agama global (pluralisme). Ayat ini hanya menerangkan, bahwa Islam mengakui adanya pluralitas (keragaman) suku dan bangsa, serta identitas-identitas agama selain Islam; dan sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme.
Agar kita bisa memahami makna ayat tersebut di atas, ada baiknya kita simak kembali penjelasan para mufassir yang memiliki kredibilitas ilmu dan ketaqwaan.
Dalam kitab Shafwaat al-Tafaasir, Ali al-Shabuniy menyatakan, “Pada dasarnya, umat manusia diciptakan Allah swt dengan asal-usul yang sama, yakni keturunan Nabi Adam as. Tendensinya, agar manusia tidak membangga-banggkan nenek moyang mereka. Kemudian Allah swt menjadikan mereka bersuku-suku dan berbangsa-bangsa, agar mereka saling mengenal dan bersatu, bukan untuk bermusuhan dan berselisih. Mujahid berkata, “Agar manusia mengetahui nasabnya; sehingga bisa dikatakan bahwa si fulan bin fulan dari kabilah anu’. Syekh Zadah berkata, “Hikmah dijadikannya kalian bersuku-suku dan berbangsa-bangsa agar satu dengan yang lain mengetahui nasabnya. Sehingga, mereka tidak menasabkan kepada yang lain….Akan tetapi semua itu tidak ada yang lebih agung dan mulia, kecuali keimanan dan ketaqwaannya. Sebagaimana sabda Rasulullah saw, “Barangsiapa menempuhnya ia akan menjadi manusia paling mulia, yakni, bertaqwalah kepada Allah.”
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan, bahwa surat Hujurat ayat 13 hanya menunjukkan bahwa Islam mengakui adanya pluralitas (keragaman) suku, bangsa, agama, dan lain-lain. Adanya keragaman suku, bangsa, bahasa, dan agama merupakan perkara alami. Hanya saja, Islam tidak pernah mengajarkan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya. Islam juga tidak pernah mengajarkan bahwa semua agama menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya berbeda-beda. Bahkan, Islam menolak klaim kebenaran yang dikemukakan oleh penganut-penganut agama selain Islam, dan menyeru seluruh umat manusia untuk masuk ke dalam Islam, jika mereka ingin selamat dari siksa api neraka. Perhatikan ayat-ayat berikut ini;
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ(٦٧)وَإِنْ جَادَلُوكَ فَقُلِ اللَّهُ أَعْلَمُ بِمَا تَعْمَلُونَ(٦٨)اللَّهُ يَحْكُمُ بَيْنَكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِيمَا كُنْتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ(٦٩)أَلَمْ تَعْلَمْ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاءِ وَالْأَرْضِ إِنَّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنَّ ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ يَسِيرٌ(٧٠)وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَمَا لَيْسَ لَهُمْ بِهِ عِلْمٌ وَمَا لِلظَّالِمِينَ مِنْ نَصِيرٍ(٧١)
“Tiap umat mempunyai cara peribadatan sendiri, janganlah kiranya mereka membantahmu dalam hal ini. Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu. Engkau berada di atas jalan yang benar.” Kalau mereka membantahmu juga, katakanlah, Allah tahu apa yang kalian kerjakan. Rabb akan memutuskan apa yang kami perselisihkan di hari akhir. Apa mereka tidak tahu bahwa Allah mengetahui apa yang ada di langit dan bumi. Semua itu ada di dalam pengetahuanNya , semua itu mudah bagi Allah. Mereka menyembah selain Allah tanpa keterangan yang diturunkan Allah, tanpa dasar ilmu. Mereka adalah orang-orang dzalim yang tidak mempunyai pembela.” (al-Hajj:67-71).
Ayat ini dengan tegas menyatakan, bahwa Islam mengakui adanya pluralitas (keragaman) agama. Hanya saja, Islam tidak pernah mengakui kebenaran (truth claim) agama-agama selain Islam. Tidak hanya itu saja, ayat ini juga menegaskan bahwa agama-agama selain Islam itu sesungguhnya menyembah kepada selain Allah swt. Lalu, bagaimana bisa dinyatakan, bahwa Islam mengakui ide pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama adalah sama-sama benarnya, dan menyembah kepada Tuhan yang sama?
Di ayat yang lain, al-Quran juga menegaskan bahwa agama yang diridloi di sisi Allah swt hanyalah agama Islam.
إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ
“Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imron:19).
وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).
Pada tempat yang lain, Allah swt menolak klaim kebenaran semua agama selain Islam, baik Yahudi dan Nashrani, Zoroaster, dan lain sebagainya. Al-Quran telah menyatakan masalah ini dengan sangat jelas.
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَتَّخِذُ مِنْ دُونِ اللَّهِ أَنْدَادًا يُحِبُّونَهُمْ كَحُبِّ اللَّهِ وَالَّذِينَ ءَامَنُوا أَشَدُّ حُبًّا لِلَّهِ وَلَوْ يَرَى الَّذِينَ ظَلَمُوا إِذْ يَرَوْنَ الْعَذَابَ أَنَّ الْقُوَّةَ لِلَّهِ جَمِيعًا وَأَنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعَذَابِ
“Dan diantara manusia ada yang mendewa-dewakan selain daripada Allah, dan mencintainya sebagaimana mencintai Rabb, lain dengan orang yang beriman, mereka lebih mencintai Allah. Kalau orang lalim itu tahu waktu melihat adzab Allah niscaya mereka sadar sesungguhnya semua kekuatan itu milik Allah, dan Allah amat pedih siksaNya.”(al-Baqarah:165).
وَقَالَتِ الْيَهُودُ عُزَيْرٌ ابْنُ اللَّهِ وَقَالَتِ النَّصَارَى الْمَسِيحُ ابْنُ اللَّهِ ذَلِكَ قَوْلُهُمْ بِأَفْوَاهِهِمْ يُضَاهِئُونَ قَوْلَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ قَبْلُ قَاتَلَهُمُ اللَّهُ أَنَّى يُؤْفَكُونَ
“Orang-orang Yahudi berkata: “Uzair itu putera Allah” dan orang Nasrani berkata: “Al Masih itu putera Allah”. Demikian itulah ucapan mereka dengan mulut mereka, mereka meniru perkataan orang-orang kafir yang terdahulu. Dila`nati Allah-lah mereka; bagaimana mereka sampai berpaling?” (al-Taubah:30)
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-Taubah:31)
وَقَالَتِ الْيَهُودُ وَالنَّصَارَى نَحْنُ أَبْنَاءُ اللَّهِ وَأَحِبَّاؤُهُ قُلْ فَلِمَ يُعَذِّبُكُمْ بِذُنُوبِكُمْ بَلْ أَنْتُمْ بَشَرٌ مِمَّنْ خَلَقَ يَغْفِرُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيُعَذِّبُ مَنْ يَشَاءُ وَلِلَّهِ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا وَإِلَيْهِ الْمَصِيرُ
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani mengatakan: “Kami ini adalah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya”. Katakanlah: “Maka mengapa Allah menyiksa kamu karena dosa-dosamu?” (Kamu bukanlah anak-anak Allah dan kekasih-kekasih-Nya), tetapi kamu adalah manusia (biasa) di antara orang-orang yang diciptakan-Nya. Dia mengampuni bagi siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi serta apa yang ada antara keduanya. Dan kepada Allah-lah kembali (segala sesuatu).” (al-Maidah:18)
لَقَدْ كَفَرَ الَّذِينَ قَالُوا إِنَّ اللَّهَ هُوَ الْمَسِيحُ ابْنُ مَرْيَمَ
“Sungguh telah kafir, mereka yang mengatakan, “Tuhan itu ialah Isa al-Masih putera Maryam.”(al-Maidah:72)
Ayat-ayat di atas –dan masih banyak ayat yang lain– menyatakan dengan sangat jelas (qath’iy), bahwa Islam telah menolak truth claim semua agama selain Islam. Islam juga menyatakan dengan tegas, bahwa konsepsi Ketuhanan Islam berbeda dengan agama selain Islam yang ada pada saat ini, alias tidak sama. Sedangkan agama Yahudi dan Nashraniy sebelum disimpangkan oleh penganutnya, dahulunya masih memiliki konsepsi ketuhanan yang sama dengan agama Islam, yakni tauhid. Hanya saja, karena keculasan para penganutnya, akhirnya dua agama menyimpang jauh dari konsepsi tauhid. Dari sini bisa dipahami, bahwa Islam tidak sama dengan agama yang lain yang ada pada saat ini, baik dari sisi cara penyembahan (bentuk empirik), maupun konsepsi ketuhanannya (aspek gnosis). Fakta nash telah menunjukkan kesimpulan ini dengan sangat jelas. Oleh karena itu, menyamakan Islam dengan agama selain Islam jelas-jelas keliru dan menyesatkan, bahkan terkesan dipaksakan.
Seandainya ide pluralisme agama ini memang diakui di dalam Islam, berarti, tidak ada satupun orang yang masuk ke neraka dan kekal di dalamnya. Padahal, al-Quran telah menjelaskan dengan sangat jelas, bahwa orang Yahudi, Nashrani, dan kaum Musyrik, tidak mungkin masuk ke surganya Allah, akan tetapi mereka kekal di dalam neraka. Perhatikan ayat berikut ini.
وَقَالُوا لَنْ يَدْخُلَ الْجَنَّةَ إِلَّا مَنْ كَانَ هُودًا أَوْ نَصَارَى تِلْكَ أَمَانِيُّهُمْ قُلْ هَاتُوا بُرْهَانَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
“Dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka. Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang yang benar”. (al-Baqarah:111)
Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa surat al-Hujurat ayat 13 bukanlah pembenar bagi ide pluralisme agama. Ayat tersebut hanya berbicara pada konteks pluralitas suku, bangsa, dan agama, dan sama sekali tidak berbicara pada konteks gagasan pluralisme, seperti yang diklaim para pengusung ide pluralisme. Bahkan, nash-nash al-Quran jelas-jelas telah menyatakan pertentangan Islam dengan ide pluralisme.
Demikianlah, Islam sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme, baik ide agama global maupun kesatuan transenden. Islam hanya mengakui adanya pluralitas agama dan keyakinan, serta mengakui adanya identitas agama-agama selain Islam. Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam. Mereka dibiarkan memeluk keyakinan dan agama mereka. Hanya saja, pengakuan Islam terhadap pluralitas agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga mengakui kebenaran (truth claim) agama selain Islam.
Adapun untuk memecahkan masalah pluralitas agama dan keyakinan, Islam memiliki sikap dan pandangan yang jelas; yakni mengakui identitas agama-agama selain Islam, dan membiarkan pemeluknya tetap dalam agama dan keyakinannya. Islam tidak akan melenyapkan identitas agama-agama selain Islam, seperti gagasan kelompok pluralis pertama (global religion).
Akhirnya, pluralisme adalah paham sesat yang bertentangan ‘aqidah Islam. Siapapun yang mengakui kebenaran agama selain Islam, atau menyakini bahwa orang Yahudi dan Nashrani masuk ke surga, maka dia telah murtad dari Islam.
b. Islam Tidak Memaksa Manusia untuk Masuk ke Dalam Agama Islam
Ayat lain yang sering digunakan dalil untuk membenarkan ide pluralisme adalah ayat;
لَا إِكْرَاهَ فِي الدِّينِ قَدْ تَبَيَّنَ الرُّشْدُ مِنَ الْغَيِّ فَمَنْ يَكْفُرْ بِالطَّاغُوتِ وَيُؤْمِنْ بِاللَّهِ فَقَدِ اسْتَمْسَكَ بِالْعُرْوَةِ الْوُثْقَى لَا انْفِصَامَ لَهَا وَاللَّهُ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat. Karena itu barangsiapa yang ingkar kepada Thaghut dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (al-Baqarah:256)
Surat al-Baqarah ayat 256 ini sering dieksploitasi untuk membenarkan ide pluralisme. Mereka menyatakan, Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk ke dalam Islam, bahkan mereka dibiarkan tetap dalam agama mereka. Ini menunjukkan, bahwa Islam mengakui kebenaran agama selain Islam (pluralisme), tidak hanya sekedar mengakui pluralitas (keragaman) agama.
Koreksi:
Sesungguhnya, ayat ini tidak bisa digunakan dalil untuk membenarkan ide pluralisme. Ayat ini hanya berbicara pada konteks “tidak ada pemaksaan bagi penganut agama lain untuk masuk Islam”. Sebab, telah tampak kebenaran Islam melalui hujjah dan dalil yang nyata. Oleh karena itu, Islam tidak akan memaksa penganut agama lain untuk masuk Islam. Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan, bahwa Islam membenarkan keyakinan dan ajaran agama selain Islam. Bahkan, ayat ini telah menunjukkan dengan sangat jelas, bahwa kebenaran itu ada di dalam agama Islam, sedangkan agama yang lain jelas-jelas bathilnya. Hanya saja, kaum Muslim tidak diperbolehkan memaksa penganut agama lain untuk masuk ke dalam Islam.
Imam Qurthubiy di dalam Tafsir Qurthubiy menyatakan, bahwa yang dimaksud dengan al-diin pada ayat di atas (al-Baqarah:256) adalah al-mu’taqid wa al-millah (keyakinan dan agama). Sedangkan kandungan isi ayat ini, seperti yang dituturkan oleh Imam Ibnu Katsir dalam Tafsir Ibnu Katsir, adalah; sesungguhnya seorang Muslim tidak boleh memaksa orang kafir untuk masuk Islam. Sebab, kebenaran Islam telah terbukti berdasarkan hujjah yang terang dan gamblang; sehingga, tidak perlu lagi memaksa para penganut agama lain untuk masuk ke dalam Islam.
Ayat ini tidak berhubungan sama sekali dengan ide pluralisme yang diusung oleh kaum pluralis. Bahkan, ayat ini menyatakan dengan jelas, bahwa Islam adalah agama yang paling benar, sekaligus menolak truth claim agama-agama selain Islam. Tidak adanya pemaksaan atas penganut agama lain untuk masuk Islam hanya menunjukkan bahwa Islam mengakui identitas agama mereka. Akan tetapi, Islam tidak mengakui sama sekali truth claim agama mereka. Bahkan, kaum Muslim diperintahkan untuk mengajak orang-orang kafir masuk ke dalam agama Islam dengan hujjah dan hikmah.
لِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا هُمْ نَاسِكُوهُ فَلَا يُنَازِعُنَّكَ فِي الْأَمْرِ وَادْعُ إِلَى رَبِّكَ إِنَّكَ لَعَلَى هُدًى مُسْتَقِيمٍ
“Tiap umat mempunyai cara peribadatan sendiri, janganlah kiranya mereka membantahmu dalam hal ini. Ajaklah mereka ke jalan Rabbmu. Engkau berada di atas jalan yang benar.” (al-Hajj:67)
c. Surat al-Maidah : 69 dan Surat al-Baqarah: 62
Dua ayat ini juga sering digunakan dalil oleh kaum pluralis untuk membenarkan paham pluralisme. Mereka menyatakan, bahwa dua ayat ini menyatakan dengan sangat jelas, bahwa Islam mengakui kebenaran agama-agama selain Islam, bahkan mereka juga memiliki kans yang sama untuk masuk ke dalam surganya Allah swt. Dua ayat tersebut adalah:
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالصَّابِئُونَ وَالنَّصَارَى مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang Mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja di antara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.”(al-Maidah:69)
إِنَّ الَّذِينَ ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَادُوا وَالنَّصَارَى وَالصَّابِئِينَ مَنْ ءَامَنَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ وَعَمِلَ صَالِحًا فَلَهُمْ أَجْرُهُمْ عِنْدَ رَبِّهِمْ وَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
“Sesungguhnya orang-orang mu’min, orang-orang Yahudi, Shabiin dan orang-orang Nasrani, siapa saja (di antara mereka) yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (al-Baqarah:62).
Sesungguhnya, ayat ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan penganut agama lain yang ada pada saat ini. Sebab, topik yang diperbincangkan ayat tersebut adalah umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Nabi Mohammad saw. Ayat ini menjelaskan kepada kita, bahwa umat-umat terdahulu, baik Yahudi, Nashrani, Shabi’un, yang taat kepada ajaran agamadan Rasulnya, maka mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah swt. Akan tetapi, ayat di atas tidak menunjukkan pengertian, bahwa Islam mengakui truth claim agama-agama lain yang ada pada saat ini, baik Yahudi, Nashrani, Zoroaster, dan sebagainya. Dua ayat di atas tidak menunjukkan pengertian, bahwa pemeluk agama lain yang ada pada saat ini juga memiliki kans yang sama untuk masuk ke dalam surganya Allah swt, seperti halnya pemeluk agama Islam. Sebab, nash-nash al-Quran dan Sunnah dengan jelas menyatakan, bahwa setelah diutusnya Mohammad saw, seluruh manusia diperintahkan untuk meninggalkan agama mereka. Bahkan, Islam telah menjelaskan kesesatan dan kekafiran semua agama yang ada pada saat ini; baik agama Yahudi, Nashrani, maupun agama kaum Musyrik (Budha, Hindu, Konghucu, dan lain-lain).
Untuk menafsirkan surat al-baqarah ayat 62, ada baiknya kita simak penuturan ahli tafsir berikut ini:
Menurut al-Sudiy, ayat ini (al-Baqarah: 62) turun berkenaan dengan shahabat-shahabatnya (pendeta-pendeta) Salman al-Farisi; tatkala ia menceritakan kepada Nabi saw kebaikan-kebaikan mereka. Salman ra bercerita kepada Nabi saw, “Mereka mengerjakan sholat, berpuasa, dan beriman kepada kenabian Anda, dan bersaksi bahwa Anda akan diutus oleh Allah swt sebagai seorang Nabi.” Tatkala Salman selesai memuji para shahabatnya, Nabi saw bersabda, “Ya Salman, mereka termasuk ke dalam penduduk neraka.” Selanjutnya, Allah swt menurunkan ayat ini. Lalu hal ini menjadi keimanan orang-orang Yahudi; yaitu, siapa saja yang berpegang teguh terhadap Taurat, serta perilaku Musa as hingga datangnya Isa as (maka ia selamat). Ketika Isa as telah diangkat menjadi Nabi, maka siapa saja yang tetap berpegang teguh kepada Taurat dan mengambil perilaku Musa as, namun tidak memeluk agama Isa as, dan tidak mau mengikuti Isa as, maka ia akan binasa. Demikian pula orang Nashraniy. Siapa saja yang berpegang teguh kepada Injil dan syariatnya Isa as hingga datangnya Mohammad saw, maka ia adalah orang Mukmin yang amal perbuatannya diterima oleh Allah swt. Namun, setelah Mohammad saw datang, siapa saja yang tidak mengikuti Nabi Mohammad saw, dan tetap beribadah seperti perilakunya Isa as dan Injil, maka ia akan mengalami kebinasaan.”
Imam Ibnu Katsir menyatakan, “Setelah ayat ini diturunkan, selanjutnya Allah swt menurunkan surat, “Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.”[Ali Imron:85]. Ibnu ‘Abbas menyatakan, “Ayat ini menjelaskan bahwa tidak ada satupun jalan (agama, kepercayaan, dll), ataupun perbuatan yang diterima di sisi Allah, kecuali jika jalan dan perbuatan itu berjalan sesuai dengan syari’atnya Mohammad saw. Adapun, umat terdahulu sebelum nabi Mohammad diutus, maka selama mereka mengikuti ajaran nabi-nabi pada zamanya dengan konsisten, maka mereka mendapatkan petunjuk dan memperoleh jalan keselamatan.” Inilah pengertian surat al-Baqarah:62; dan surat al-Maidah:59.
Dari uraian di atas jelaslah, dua ayat di atas ditujukan kepada umat-umat terdahulu sebelum diutusnya Nabi Mohammad saw. Topiknya sangat jelas, bahwa umat-umat terdahulu yang mengikuti agama nabinya dengan konsisten pada zaman itu; semisal umat Yahudi yang konsisten mengikuti kitab Taurat, menyakini dan menjalankan isinya, maka mereka akan mendapatkan pahala di sisi Allah swt. Adapun setelah Nabi Mohammad saw diutus di muka bumi ini, maka tidak ada satupun agama –selain Islam—yang mampu menyelamatkan pemeluknya dari kekafiran, kecuali jika mereka mau memeluk Islam. Ayat ini sama sekali tidak menunjukkan, bahwa ahlul kitab dan kaum musyrik –setelah diutusnya Mohammad saw—terkategori muslim, dan berhak memperoleh pahala dari Allah swt.
Selain itu, pemelintiran makna yang dilakukan oleh kelompok pluralis terhadap ayat-ayat itu [al-Baqarah:62 dan al-Maidah:69], tentu saja akan bertolak belakang dengan sabda Rasulullah saw. Rasulullah saw bersabda, “Demi Dzat yang jiwa Mohammad ada di tanganNya, tidaklah seseorang dari manusia yang mendengar aku, Yahudi, dan Nashrani, kemudian mati, sedangkan ia tidak beriman dengan apa yang diturunkan kepadaku, kecuali ia menjadi penghuni neraka.” [HR. Muslim dan Ahmad]
Rasulullah saw bersabda, “Tidak ada nabi, di antara aku dan ia, yakni ‘Isa as, sesungguhnya ia adalah tamu. Bila kalian melihatnya, maka kalian akan mengenalnya sebagai seorang laki-laki yang mendatangi sekelompok kaum yang berwarna merah dan putih, seakan kepalanya turun hujan, bila ia tidak menurunkan hujan, maka akan basah, Dan ia akan memerangi manusia atas Islam, menghancurkan salib, membunuhi babi, mengambil jizyah, saat itu Allah menghancurkan seluruh agama kecuali Islam, sedangkan ‘Isa as menghancurkan Dajjal. Dan ia berada di muka bumi selama 40 tahun, kemudian wafat dan kaum muslimin mensholatkannya.” (HR. Abu Dawud)
Al-Quran sendiri telah memberikan predikat Ahli Kitab –Yahudi dan Nashrani—sebagai orang-orang musyrik. Allah swt berfirman: “Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-Taubah:31). Redaksi sebelumnya dinyatakan, bahwa orang-orang Yahudi berkata, “‘Uzair adalah putera Allah” dan orang Nashrani berkata,” Al Masih putera Tuhan”.
Ayat ini menjelaskan kepada kita, bahwa orang-orang Yahudi dan Nashrani terkategori kaum musyrik, bukan Muslim. Lantas, bagaimana bisa disimpulkan; kaum Yahudi dan Nashrani yang ada sekarang ini terkategori Muslim dan berhak mendapatkan pahala dari Allah swt, sementara itu mereka telah kafir dan musyrik? Bukankah Allah swt telah berfirman di dalam al-Quran:
“Oleh karena itu, siapa yang mempersekutukan Allah, maka ia tidak diperkenankan oleh Allah masuk surga, dan tempat kembalinya adalah neraka.”(al-Maidah:72).
“Sungguh telah kafir mereka yang mengatakan bahwa Tuhan itu ketiga dari yang ke tiga, padahal Tuhan itu hanya satu. Jika mereka belum berhenti berkata demikian, tentulah mereka yang kafir itu, akan mendapat siksa yang sangat pedih.” (al-Maidah:73)
“Sesungguhnya agama yang diridloi di sisi Allah hanyalah Islam.”(Ali Imron:19)
“Barangsiapa mencari agama selain Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akherat termasuk orang-orang yang merugi.” (Ali Imron:85).
Dari seluruh uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa surat al-Baqarah ayat 62 dan surat al-Maidah ayat 59 sama sekali tidak berhubungan dengan paham pluralisme.
d. Ayat Tentang Kalimatun Sawa’
Para pengusung ide pluralisme juga menggunakan ayat-ayat al-Quran yang berbicara tentang kalimatun sawa’.
قُلْ يَاأَهْلَ الْكِتَابِ تَعَالَوْا إِلَى كَلِمَةٍ سَوَاءٍ بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمْ أَلَّا نَعْبُدَ إِلَّا اللَّهَ وَلَا نُشْرِكَ بِهِ شَيْئًا وَلَا يَتَّخِذَ بَعْضُنَا بَعْضًا أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَإِنْ تَوَلَّوْا فَقُولُوا اشْهَدُوا بِأَنَّا مُسْلِمُونَ
“Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah. Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).” (Ali Imron:64])
Para pengusung gagasan pluralisme mengatakan, bahwa agama Yahudi, Kristen, dan Islam merupakan agama langit yang memiliki prinsip-prinsip ketuhanan dan berasal dari Tuhan yang sama. Lebih jauh mereka juga menyatakan, bahwa umat Islam, Yahudi, dan Kristen berasal dari keturunan Ibrahim as; sehingga ketiga pemeluk agama besar itu memiliki akar kesejarahan dan nasab yang sama. Mereka pun menyimpulkan, bahwa tidak ada perbedaan antara Islam, Yahudi, dan Nashraniy dalam masalah ketuhanan. Semua menyembah kepada Allah, dan sama-sama berpegang kepada kalimat sawa’. Dengan kata lain, Islam pun pada dasarnya mengakui kebenaran konsep ketuhanan agama Yahudi dan Kristen sekarang ini. Akhirnya, agama Yahudi, Kristen, dan Islam adalah sama-sama benarnya dan sama-sama punya kans masuk ke surganya Allah swt. Sesungguhnya, penafsiran kaum pluralis tersebut, benar-benar telah menyimpang jauh dari makna sebenarnya.
Untuk mengetahui makna hakiki dari frase kalimat sawa’, kita dapat merujuk kepada ulama tafsir yang lebih kredibel dan netral dari kepentingan barat, diantaranya adalah Imam Ibnu Katsir.
Menurut Ibnu Katsir, frase “kalimat” di dalam surat Ali Imron ayat 64 tersebut dipakai untuk menyatakan kalimat sempurna yang dapat dipahami maknanya. Kalimat sempurna itu adalah “sawaa’ bainanaa wa bainakum” (yang sama, yang tidak ada perbedaan antara kami dengan kalian). Frase ini merupakan sifat yang menjelaskan kata “kalimat” yang memiliki makna dan pengertian tertentu. Adapun makna hakiki yang dituju oleh frase “kalimatun sawaa’ sawaa’ bainanaa wa bainakum” adalah kalimat tauhid, yaitu “allaa na’budu illaa Al-Allah” (hendaknya kita tidak menyembah selain Allah). Inilah makna sesungguhnya dari kalimat sawa’, yaitu kalimat Tauhid; yang menyatakan bahwa tidak ada sesembahan (ilah) yang berhak untuk disembah kecuali Allah swt; bukan patung, rahib, api, dan sebagainya. Kalimat ini (kalimat tauhid) adalah kalimat yang dibawa dan diajarkan oleh seluruh Rasul yang diutus oleh Allah swt, termasuk di dalamnya Musa as dan Isa as. Allah swt berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِي كُلِّ أُمَّةٍ رَسُولًا أَنِ اُعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطَّاغُوتَ
“Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”.” (al-Nahl:36)
وَمَا أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رَسُولٍ إِلَّا نُوحِي إِلَيْهِ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا أَنَا فَاعْبُدُونِ
“Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (al-Anbiyaa’:25)
Dari sini dapat disimpulkan, bahwa surat Ali Imron ayat 64 di atas sama sekali tidak menyerukan kesatuan agama, atau pembenaran Islam atas truth claim agama-agama selain Islam. Sebaliknya, ayat tersebut justru berisikan ajakan kepada ahlul kitab (baik Yahudi dan Nashraniy) untuk kembali mentauhidkan Allah swt, sebagaimana yang telah diajarkan pertama kali oleh Musa as dan Isa as. Sebab, kaum Yahudi dan Nashrani telah menyimpang jauh dari konsepsi Tauhid. Mereka telah menjadikan ahbar (pendeta-pendeta) dan ruhban (rahib-rahib) sebagai sesembahan selain Allah swt. Hal ini telah dijelaskan di dalam al-Quran dengan sangat jelas. Allah swt berfirman:
اتَّخَذُوا أَحْبَارَهُمْ وَرُهْبَانَهُمْ أَرْبَابًا مِنْ دُونِ اللَّهِ وَالْمَسِيحَ ابْنَ مَرْيَمَ وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا إِلَهًا وَاحِدًا لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ سُبْحَانَهُ عَمَّا يُشْرِكُونَ
“Mereka menjadikan orang-orang alimnya, dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah, dan (juga mereka mempertuhankan) Al Masih putera Maryam; padahal mereka hanya disuruh menyembah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (al-Taubah:31)
Walaupun ayat ini tidak menyatakan, bahwa ahbar itu ditujukan khusus untuk kaum Yahudi, dan ruhban untuk kaum Nashrani, akan tetapi konsensus pengguna bahasa Arab telah memahami, bahwa dua kata tersebut khusus untuk orang Yahudi dan Nashrani.
Dari sinilah bisa dipahami, bahwa ayat ini merupakan seruan kepada orang Yahudi dan Nashrani agar mereka kembali ke jalan Tauhid, setelah mereka menyimpang jauh dari jalan tersebut (tauhid); yaitu ketika orang Yahudi mengatakan bahwa Uzair itu anak Allah, dan tatkala orang Nashrani mengatakan bahwa Isa as adalah putera Tuhan. Surat Ali Imron di atas tidak lain tidak bukan adalah ajakan agar orang Yahudi dan Nashraniy meninggalkan kemusyrikannya dan kembali menyembah kepada Allah swt semata, dan mengikuti ajaran Mohammad saw.
Demikianlah, ayat ini sama sekali tidak berbicara pada konteks kesatuan dan kesamaan agama seperti yang dinyatakan oleh kaum pluralis. Ayat ini sama sekali juga tidak menunjukkan, bahwa Islam mengakui gagasan pluralisme yang dijajakan di negeri kaum Muslim. Sebaliknya, ayat ini merupakan ajakan dan seruan kepada ahlul kitab agar mereka kembali kepada jalan yang lurus, yakni agama Tauhid seperti yang telah diajarkan oleh Musa dan Isa as. WaLlâh a’lam bi al-shawâb (Syamsuddin Ramadhan - Lajnah Tsaqafiyyah HTI).
[Akhmadyusuf.blogspot.com]

Minggu, 03 Januari 2010

Narcissu [Daffodils]

Narcissu [Daffodils]
Saat itu Aku [Protagonist] menginjak usia 20 tahun, aku baru saja mendapatkan Surat Izin mengemudiku (SIM) dan sangat bergembira. Atas saran teman-temanku aku mengikuti ujian mengemudi dan berhasil mendapatkan SIMku sendiri. Yang kini dengan bangga berada di kantong bajuku. Saat sampai dirumah aku lalu bergegas meminjam Honda Coupe silver milik ayah. Tapi jawaban yang kudapatkan adalah ‘tidak’. Esok harinya aku bangun dari tidur dengan rasa sakit tak tertahankan di dadaku. Aku langsung dibawa ke rumah sakit.
Setelah itu aku terus menerus keluar masuk rumah sakit, menjalani Operasi demi operasi yang kini meninggalkan bekas luka yang besar di dadaku. Menjelang tahun baru aku diijinkan pulang, dirumah semua keluargaku menyambut dengan senyum bahagia, bahkan adik perempuanku yang biasanya kasar padaku membuatkan aku kue. Tapi aku merasakan adanya kesedihan dalam setiap senyuman yang mereka paksakan itu.
Setelah tahun baru aku dibawa kembali ke RS, aku dan ayahku akan mengadakan pembicaraan dengan dokter. Pembicaraan dengan dokter berlangsung lama dan berbelit-belit tapi pada akhirnya dokter berkesimpulan bahwa aku tampaknya akan meninggal. Tak tau harus bersikap bagaimana aku cuma mengatakan “oh, yeah”. Aku tak tahu apakah harus sedih atau marah, aku melihat kondisiku bagaikan melihat kondisi orang lain didalam drama teleivisi, tapi tampaknya aku merasa sudah tahu hal ini akan terjadi. Aku melihat Lagi SIMku yang mungkin tidak akan pernah aku gunakan.
Aku dikirim ke Lantai 7 di rumah sakit, disana Aku bertemu Setsumi, gadis yang menderita penyakit yang mirip denganku. Tanpa tau lagi apa yang harus diperbuat untuk menghadapi takdir pahit ini aku bersama setsumi melarikan diri dari rumah sakit menggunakan mobil ayahku untuk menggapai impian terakhir kami.
Screenshot


Narcissu, mungkin terdengar seperti narsisme, tapi kenyataanya memang berasal dari asal kata yang sama. Namun Narcissu disni merupakan nama lain dari bunga daffodils. Kinetic Novel tahun 2005 ini pasti masuk dalam kategori “must play”. Saya tidak akan memberikan bocoran cerita tapi yang jelas mainkan saja. Nanti pasti tahu maksud saya. Terbagi menjadi 2 jenis Translasi Bahasa inggris yang masing-masing dikerjakan oleh orang yang berbeda. Satu memiliki Voice sedangkan yang satunya tidak. Yang paling menarik? Tentu ceritanya dan Theme songnya ”Narcissu”. Bila keduanya dipadukan pasti merobek-robek isi dada. Prequel dari KN ini sudah muncul di tahun 2007 dengan Judul Narcissu 2Side dan sequelnya Narcissu 3 di 2009. Keduanya masih bahasa jepang jadi belum saya mainkan. Berharap saja translasinya segera selesai. So Enjoy Amazing KN that change my life!

Link Download dari Official Site Narcissu

[akhmadyusuf.blogspot.com]

A Dream Of Summer [Sebuah Mimpi Musim Panas]

A Dream Of Summer  [Sebuah Mimpi Musim Panas]
Hari-hari musim panas telah tiba. Di sekolah semua sibuk mempersiapkan festival sekolah. Setiap siswa ingin menampilkan yang terbaik di festival. Dan juga yang paling ditunggu-tunggu pertunjukan music dan api unggun diakhir acara. Group music BROY [Between Red Or Yellow] telah siap tampil. Toshiki [Protagonist] sedang menyaipkan diri untuk festival terakhirnya di SMA karena dia tingkat akhir. Bersama temanya berencana membuka warung Yakisoba. Bersamaan dengan itu muncullah desas –desus mengenai hantu yang muncul saat festival sekolah. Karena seorang yang realis dia tidak menghiraukan desas desus yang ada. Saat beristirahat dia pergi ke atap sekolah dimana dia bertemu gadis berkepang yang memperkenalkan diri sebagai Hazuki Mizuna, nama yang tidak dia kenal tetapi terdengar begitu familiar baginya. Lalu berlangsunglah cerita di hari festival itu bagaikan sebuah mimpi di musim panas. Hari dimana bukan saja Festival terakhir untuk Toshiki tapi juga hari dimana dia mungkin tidak mampu memenuhi  janji masa kecilnya
Sceen shot:




VN ini memiliki 3 ending. 2 good ending dan 1 bad ending. Semuanya sudah pernah saya coba ending 1 merupakan yang paling bagus dan merupakan true ending dari VN ini. Beberapa keunggulan dari VN ini: Ceritanya yang mengharukan merupakan salah satu yang terbaik, character voice juga merupakan keunggulan VN ini, Mini Game yang “Fresh”[Bakal tau kalau coba] lalu yang terakhir OSTnya yang berjudul “A Dream of summer ” sangat menyentuh. Saya cari kemana-mana belum dapat apabila ada yang menemukan tolong dibagi dengan saya. After All this is great VN don’t miss it .

Ini Link A Dream Of Summer : All credit belong to Original Uploader


[Akhmadyusuf.blogspot.com]

True Remembrance [Kenangan Yang Sebenarnya]

True Remembrance [Kenangan Sejati]
True Remembrance adalah salah satu Kinetik novel  favorit saya. Mengambil setting waktu dimana dunia  sedang terancam oleh wabah yang disebut ”dolor”. Dolor bukan merupakan sebuah penyakit fisik melainkan penyakit mental dan psikologis yang diakibatkan kesedihan, penderitaan, keputusasaan yang melanda jiwa secara terus-menerus sehingga penderitanya tidak tahan lagi dan bunuh diri. Kasus bunuh diri menjadi penyebab utama kematian manusia pada saat itu.
Menghadapi fenomena terbaru dalam sejarah manusia, para ahli psikology dan ilmuwan berusaha mencari cara menghentikan bencana yang ada. Berbagai riset dilakukan sampai ditemukannya manusia-manusia yang memiliki bakat khusus yang bisa menyembuhkan dolor, mereka disebut “Mnemonicide”. Mnemonicide adalah orang yang memiliki bakat mampu menghapus kenangan seseorang. Dengan suatu metode tertentu Seorang Mnemonicide mampu menghapus kenangan buruk yang menyebabkan korosi psykologis pada seseorang.
Mnemonicide diberlakukan sebagai orang yang berjasa dan profesi terhormat. Mereka dibangunkan sebuah kota yang terisolasi dari dunia luar untuk menjalankan tugasnya. Pasien seorang mnemonicide biasanya akan tinggal dalam kurun waktu tertentu sampai kenangan sedihnya berhasil dihapus semua dan mampu hidup bahagia kembali. Mereka melupakan semua kenangan buruk yang ada  juga ingatan yang mampu memancing kenangan tersebut hal ini termasuk kenangan bersama sang Mnemonicide sendiri.
Screenshot:



Dalam KN ini kita berperan sebagai “Blackiris” Mnemonicide muda berbakat. Pada suatu ketika datanglah seorang gadis muda didepan rumahnya yang memperkenalkan diri sebagai ”La”. La tampak tidak sedih tapi air mata terus mengalir dari matanya. Menyadari kehadiran pasiennya blackiris pun menyambutnya dengan ramah. Dan ceritapun berlanjut mengenai kehidupan sehari-hari Blackiris dengan La di kota terisolasi dimana Kenangan akan mati.
Pertama memainkannya saya merasa ceritanya biasa saja tapi setelah dinikmati lebih lanjut ceritanya menjadi lebih menarik dan lebih menarik. Setiap mistery terungkap satu demi satu dan akhirnya tampaklah yang dinamakan True remembrance. Akhirnya saya memainkannya lagi dan lagi. Apalagi Opening dan Ending Movie bagus. Yang paling saya suka theme songnya, Simple tapi sangat pas dengan ceritanya. Jadi sangat direkomendasikan untuk dicoba

VN Ini bisa didownload Gratis, Ini link ke Official Sitenya


[Akhmadyusuf.blogspot.com]