Sabtu, 29 Mei 2010

Kerajaankah Pemerintahan Pasca Khulafaur Rasyidin?

USTADZ MENJAWAB DARI DAKWAHKAMPUS.COM


 
 
Assalamualaikum www. Ust saya mau tanya. Apakah benar yang dituduhkan bahwa pasca Khualfaur Rasyidin itu, Pemerintahan Islam sudah berubah menjadi Kerajaan?
Jawab:
Sebagian orang berkesimpulan seperti itu karena ada isyarat yang dinyatakan dalam hadis riwayat Ahmad:
عَنِ النُّعْمَانِ بْنِ بَشِيرٍ قَالَ كُنَّا قُعُودًا فِي الْمَسْجِدِ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ e وَكَانَ بَشِيرٌ رَجُلا يَكُفُّ حَدِيثَهُ فَجَاءَ أَبُو ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيُّ فَقَالَ يَا بَشِيرُ بْنَ سَعْدٍ أَتَحْفَظُ حَدِيثَ رَسُولِ اللَّهِ e فِي الأُمَرَاءِ فَقَالَ حُذَيْفَةُ أَنَا أَحْفَظُ خُطْبَتَهُ فَجَلَسَ أَبُو ثَعْلَبَةَ فَقَالَ حُذَيْفَةُ قَالَ رَسُولُ اللَّهِ e تَكُونُ النُّبُوَّةُ فِيكُمْ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةٌ عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا عَاضًّا فَيَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ يَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ مُلْكًا جَبْرِيَّةً فَتَكُونُ مَا شَاءَ اللَّهُ أَنْ تَكُونَ ثُمَّ يَرْفَعُهَا إِذَا شَاءَ أَنْ يَرْفَعَهَا ثُمَّ تَكُونُ خِلافَةً عَلَى مِنْهَاجِ النُّبُوَّةِ ثُمَّ سَكَتَ.
An-Nu’man bin Basyir berkata: Kami pernah duduk-duduk di dalam masjid bersama Rasulullah saw., kemudian Basyir menahan pembacaan hadisnya. Lalu datanglah Abu Tsa’labah al-Khusyani dan berkata, “Wahai Basyir bin Sa’d, apakah kamu hapal hadis Rasulullah saw. berkenaan dengan Umara’. (para pemimpin)?” Kemudian Hudzaifah berkata, “Aku hapal khutbah beliau.” Abu Tsa’labah pun duduk, kemudian Hudzaifah berkata, “Rasulullah saw. bersabda, ‘Akan berlangsung nubuwwah (kenabian) di tengah-tengah kalian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya (berakhir) bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya.  Kemudian berlangsung Kekhilafahan menurut sistem Kenabian selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian berlangsung kerajaan yang bengis selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya.  Kemudian berlangsung pemerintahan yang menindas (diktator) selama kurun waktu tertentu yang Allah kehendaki lalu Dia mengangkatnya bila Dia menghendaki untuk mengakhirinya. Kemudian akan berelangsung kembali Kekahalifahan menurut sistem Kenabian.  Kemudian beliau berhenti.’”

Dari pernyataan Nabi saw. yang menyatakan akan adanya mulkan ‘addhan (kerajaan yang bengis), mereka berkesimpulan, bahwa periode ini berlangsung sejak Muawiyah berkuasa. Hadis ini pula yang dijadikan sebagai justifikasi, bahwa Muawiyahlah yang mengubah sistem Khilafah menjadi sistem kerajaan (monarchi). Pertanyaannya, apakah memang benar demikian?
Tentu tidak demikian. Sebab, apa yang dinyatakan dalam hadis-hadis tersebut sebenarnya tidak bertentangan dengan status Khilafah tetap sebagai sistem pemerintahan hingga akhir Kekhilafahan Utsmani. Muawiyah sendiri dibaiat untuk menduduki jabatan khalifah sebagaimana khalifah yang lain. Meski tetap tidak bisa dipungkiri, bahwa peristiwa Perang Shiffin, hingga naiknya Muawiyyah adalah fase abnormal, karena status pemerintahannya merupakan hukm at-tasalluth (pemerintah yang diperoleh melalui kudeta). Dari segi fakta, bahwa ini merupakan kesalahan, jelas. Karenanya, pada fase ini, status pemerintahannya tidak sah, memang benar.
Namun, setelah peristiwa ‘Am al-Jama’ah (Tahun Rekonsiliasi), yaitu ketika Sayidina Hasan bin Ali ra.  menyatakan mundur dari jabatannya sebagai khalifah pada 25 Rabiul Awwal 41 H, atau 6 bulan setelah wafatnya Imam Ali kw., maka status hukumnya berbeda. Peristiwa ‘Am al-Jama’ah adalah peristiwa saat Sayidina Hasan menyerahkan kekuasaan (Khilafah) kepada Muawiyah. Dengan begitu terjadilah rekonsialisasi (ishlah) dan kekuasaan Muawiyah yang asalnya tidak sah pun akhirnya menjadi sah. Setelah peristiwa itu, Muawiyah secara resmi menjadi khalifah kaum Muslim yang kelima, yang dibaiat dengan baiat yang sah, yaitu bi ar-ridha wa al-ikhtiyar (dengan sukarela).
Karena itu, al-‘Allamah Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyimpulkan, bahwa Muawiyah adalah khalifah yang dibaiat sebagaimana pembaiatan Abu Bakar as-Shiddiq. Demikian juga penunjukkan yang dilakukan oleh Muawiyah kepada anaknya, Yazid, menurut beliau, sebenarnya sama dengan penunjukan yang dilakukan oleh Abu Bakar kepada Umar. Meski tidak sama persis, keduanya sama-sama melakukan penunjukan. Hal yang sama kemudian dilakukan oleh para khalifah setelahnya, yaitu melakukan penunjukan putra mahkota, kemudian setelahnya dibaiat.
Bedanya, mekanisme dan tatacara penunjukan dan baiatnya tidak tepat. Abu Bakar menunjuk Umar bukan karena faktor kekerabatan, tetapi karena, dalam pandangan Khalifah Abu Bakar, beliaulah orang yang paling layak dan tepat untuk memimpin kaum Muslim. Setelah itu, beliau pun menyampaikan pandangan beliau kepada kaum Muslim. Baru kemudian beliau ditunjuk setelah mayoritas kaum Muslim setuju dengan pandangan beliau. Dengan begitu, status penunjukan beliau kepada Umar ini sama dengan praktik pencalonan dan pemilihan. Setelah itu, mereka pun dibiarkan memilih dan membaiat Umar dengan sukarela, tidak ada paksaan dari siapapun.
Namun, Muawiyah menunjuk anaknya, Yazid, sebagai putra mahkota, sedangkan para khalifah setelahnya menunjuk kerabatnya sebagai putra mahkota. Pada saat yang sama, Yazid pun mengambil baiat dari kaum Muslim bukan dengan sukarela, melainkan dengan kekuatan senjata dan paksaan, sehingga disebut oleh ahli sejarah dengan bai’at bi as-sayf wa al-mal (baiat yang diambil dengan pedang dan uang). Tidak sedikit Khalifah setelahnya mengambil baiat untuk diri mereka sendiri dengan kekuatan kekuasaan yang dimilikinya.
Karena itu, jika pertanyaannya, apakah sistem ini masih layak disebut sistem Khilafah? Jawabanya, tetap layak, karena tidak ada yang berubah dalam sistem tersebut. Kesalahan-kesalahan dalam praktik penunjukan dan baiat tersebut tidak bisa mengubah status sistem Khilafah menjadi sistem kerajaan atau yang lain. Juga harus dipahami, bahwa kesalahan-kesalahan seperti ini juga lazim terjadi dalam praktik sistem apapun, tetapi tetap tidak mengubah status sistem itu. Sebab, di sana ada faktor manusia;  pelaksana sistem tersebut adalah manusia, bukan malaikat. Karena itu, negara Khilafah adalah negara manusia (dawlah basyariyyah), bukan dawlah uluhiyyah (negara teokrasi), yakni para penguasanya adalah manusia, bukan malaikat, bukan wakil tuhan atau dalam bahasa kekaisaran disebut titisan dewa. Dengan demikian, sistem pemerintahan dalam sepanjang sejarah Islam tetap merupakan sistem Khilafah. Itulah fakta hukum dan sejarah yang harus dipahami oleh kaum Muslim.
Adapun apa yang dituduhkan oleh kaum kafir penjajah yang bekerjasama dengan para orientalis, bahwa sistem Khilafah itu telah berakhir pada zaman Sayidina Ali, itu menunjukkan ketidakpahaman mereka tentang fakta sistem pemerintahan Islam yang sesungguhnya. Celakanya, ada orang yang diklaim sebagai intelektual Muslim berpandangan dangkal seperti mereka.


http://akhmadyusuf.blogspot.com/

Kamis, 13 Mei 2010

Ideologi dan Kebangkitan

Ideologi dan Kebangkitan
Peringatan Hari Kebangkitan Nasional sudah menjadi rutinitas yang sering kita lakukan pada 20 Mei setiap tahunnya. Seperti biasa, rutinitas ini diisi dengan acara yang formalitas tanpa ruh, plus pidato basa-basi tentang kebangkitan. Kalau dihitung-hitung mulai dari berdirinya Boedi Oetomo (20 mei 1908) hingga saat ini berarti sudah 102 tahun berlalu. Pertanyaan kritisnya, sudahkah kita bangkit?

Alih-alih bangkit, kehidupan kenegaraan dan nasib rakyat kita malah semakin terpuruk. Tidak mengherankan kalau begitu banyak julukan ‘hitam’ untuk negeri ini. Ada yang mengatakan the failed state (negara gagal), ‘vampire state (negara drakula penghisap darah rakyat), negara biadab dan julukan-julukan menyedihkan lainnya.

Secara emosional kita mungkin marah dijuluki seperti itu, tetapi kenyataan memang menunjukkan seperti itu. Kasus terakhir lihatlah markus (makelar kasus) perpajakan. Kejahatan yang dilakukan—sebagaimana dalam kasus Century—sistematis. Kejahatan ini juga melibatkan hampir seluruh penegak hukum; mulai dari kepolisian, kehakiman, jaksa hingga pengacara. Bayangkan kalau penegak hukumnya malah menjadi pelanggar hukum, siapa lagi yang bisa kita harapkan?

Secara ekonomi, Pemerintah bisa saja mengklaim angka pertumbuhan ekonomi tinggi, neraca perdagangan positif, rupiah menguat, ekspor meningkat, pengangguran berkurang, dan sejumlah klaim lainnya.

Namun, lihatlah kenyataan sesungguhnya di tengah-tengah rakyat kita. Kemiskinan di mana-mana tumbuh meningkat. Rakyat banyak yang hidupnya tak layak, bahkan untuk makan pun susah. Busung lapar terjadi di beberapa tempat. Biaya kesehatan makin meningkat tidak terjangkau. Rakyat kecil harus bisa menahan sakit karena tak mampu berobat. Pendidikan pun semakin mahal sekaligus tidak bermutu dan tidak menjamin seseorang meraih pekerjaan apalagi gaji yang layak.

Bukti kongkrit kondisi ini, lihatlah di jalan-jalan. Anak-anak jalanan dan pengemis semakin tumbuh subur. Jumlah orang gila di jalanan makin bertambah karena tidak mampu menahan beban hidup yang berat dan kompleks. Masyarakat kita menjadi masyarakat yang sakit. Tidak sekali-dua kali kita mendengar dan menyaksikan ibu membunuh anaknya, suami membakar istrinya, anak membunuh orang tuanya. Semuanya biasanya berpangkal pada kesulitan hidup.

Kesenjangan pun semakin menjadi-jadi. Saat orang miskin kesulitan makan untuk sehari-hari, pedagang mendapat lima ribu rupiah saja sulit, ada yang dengan tega mempertontonkan kekayaannya dengan acara pernikahan yang super mewah mencapai miliaran rupiah; ada yang tega mempertontonkan korupsinya hingga miliaran rupiah. Para pejabat dan politisi pun memamerkan kerukusannya dengan biaya anggaran bagi pejabat yang tidak masuk akal.

Ada yang mengatakan kita tidak bangkit-bangkit karena sejak awal penetapan Hari Kebangkitan kita telah cacat secara sejarah. Banyak yang mempertanyakan; layakkah Boedi Oetomo (berdiri 20 mei 1908) menjadi pelopor kebangkitan nasional? Pasalnya, Boedi Oetomo tidak lebih dari kumpulan priyayi Jawa yang beraktivitas untuk kepentingan kelompoknya, bukan untuk rakyat banyak. Bahkan keanggotaannya khusus untuk orang Jawa dan Madura.

Syarikat Dagang Islam (SDI) yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam (SI) yang berdiri tahun 16 Oktober 1905 (3 tahun lebih awal) sebenarnya pantas, mengingat tujuannya untuk membangkitkan rakyat miskin kebanyakan, melawan dominasi kolonial terutama di bidang ekonomi. Organisasi yang didirikan Haji Samanhudi dan HOS Tjokroaminoto mencita-citakan kemerdekaan Islam Raya dan Indonesia Raya. Tidak hanya itu, Syarikat Islam bersikap non-kooperatif dan anti terhadap penjajahan kolonial Belanda. Sebaliknya, Boedi Oetomo menggalang kerjasama dengan penjajah Belanda karena sebagian besar tokoh-tokohnya terdiri dari kaum priyayi pegawai pemerintah kolonial Belanda.

Namun tentu saja ada hal yang lebih mendasar mengapa kita tidak bangkit-bangkit. Ada dua kemungkinan jawabannya. Pertama: Kita tidak tahu persis bagaimana cara bangkit. Kita melupakan ideologi sebagai dasar kebangkitan. Padahal kebangkitan mutlak didasarkan pada ideologi. Ideologi merupakan dasar (fondasi) yang akan menentukan pemikiran-pemikiran dan aturan yang lahir darinya. Bagaimana corak dan substansi dari sistem politik, ekonomi, sosial, pendidikan sebuah negara ditentukan oleh ideologinya. Karena itu, dasar kebangkitan yang utama bukanlah ekonomi atau pendidikan, karena ekonomi atau pendidikan merupakan pemikiran turunan dari dari sebuah ideologi, bukan pemikiran mendasar.

Ideologi juga menjadi pandangan hidup yang akan mengarahkan cara berpikir dan bertindak manusia.

Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani mendefinisikan fakta ideologi ini secara tepat dengan menggunakan istilah mabda’. Menurut beliau, mabda’ adalah suatu ‘aqidah aqliyyah yang melahirkan peraturan’; mabda’ adalah ide dasar yang menyeluruh mengenai alam semesta, manusia dan hidup (sebagai sebuah pandangan hidup). Mabda’ terdiri dari dua bagian, yaitu fikrah (pemikiran) dan thariqah (metode praktis untuk merealisasikan fikrah).

Jawaban kedua, kita gagal bangkit karena kita telah keliru merumuskan ideologi apa yang seharusnya menjadi dasar kehidupan bernegara kita. Di era Soekarno, diakui atau tidak, ideologi kita telah banyak dipengaruhi Sosialisme. Di era Soeharto hingga SBY sekarang negara kita diarahkan oleh ideologi Kapitalisme. Kedua-duanya terbukti gagal. Bukti kongkritnya adalah apa yang kita dapat sekarang ini.

Tentu sangat merugikan kalau kita kembali pada Sosialisme yang telah gagal atau kita ngotot mempertahankan Kapitalisme yang justru menjadi pangkal berbagai masalah dan bencana di negeri ini. Kedua ideologi ini gagal karena sesungguhya tidak sejalan dengan akal sehat manusia dan bertentangan dengan fitrah.

Gambaran kegagalan Kapitalisme ini secara akurat ditulis Moris Berman (63 tahun) dalam bukunya, Dark Ages America: The Final Phase of Empire (Norton, 2006). Menurut dia, imperium Amerika segera akan rubuh. Ia mendeskripsikan Amerika sebagai sebuah kultur dan emosional yang rusak oleh peperangan, menderita karena kematian spiritual dan dengan intensif mengeskpor nilai-nilai palsunya ke seluruh dunia dengan menggunakan senjata. Republik yang berubah menjadi imperium itu berada di dalam zaman kegelapan baru dan menuju rubuh sebagaimana dialami Kekaisaran Romawi.

Walhasil, pilihan kita dan umat manusia sekarang tinggal satu: ideologi Islam. Inilah ideologi yang sesuai dengan akal sehat serta fitrah manusia. Ideologi ini bersumber dari Allah SWT. Islamlah yang akan membawa kebangkitan, bukan hanya bagi Indonesia, tetapi juga dunia. Masihkah kita menolaknya? [Farid Wadjdi] 

http://akhmadyusuf.blogspot.com/

Mencari Cinta yang hakiki

Mencari Cinta yang hakiki
Kata pengantar buku kedua Abay Abu Hamzah

Alhamdulillah saya berkesempatan kali kedua untuk membaca karya Abay Abu Hamzah setelah buku pertamanya “ Menggenggam Bara Islam” kali ini buku keduanya juga tidak kalah menariknya untuk kita baca sebagai inspirasi untuk membangun semangat dakwah dengan cinta yang tulus kepada sesama. Bukankah berdakwah di jalan Allah adalah bukti kepedulian kita pada umat dan semata-mata ingin meraih dan menggapai cinta Allah SWT.
Alangkah bahagianya jika seseorang berhasil meraih dan menggapai cinta Allah SWT. Sebab, bila seseorang berhasil mendapatkan cinta Allah, maka hidupnya akan dituntun dan dibimbing oleh Allah SWT. Allah akan membimbing penglihatannya tatkala dirinya melihat; Allah akan membimbing pendengarannya, manakala ia mendengarkan. Sebaliknya, betapa menyakitkan bila kita merasa mencintai dan dicintai oleh Allah, akan tetapi cinta kita hanya bertepuk sebelah tangan. Kita merasa mendapatkan kecintaan Allah, akan tetapi sebenarnya kita tidak pernah mendapatkan kecintaan dari Allah SWT.

Betapa banyak orang sibuk mengerjakan perbuatan-perbuatan tertentu untuk mendapatkan kecintaan dari Allah SWT. Ada diantara manusia yang menyendiri di tengah hutan, jarang makan-minum, bahkan mandi; menjauhi anak-isterinya dan sanak keluarganya. Ia beranggapan bahwa dengan cara ini ia akan mendapatkan kecintaan dari Allah SWT.

Kita juga menyaksikan ada diantara manusia yang melakukan ritual-ritual tertentu untuk mendapatkan kecintaan dari Allah SWT. Ada yang berpuasa tiga hari tiga malam tanpa putus-putus; bahkan ada yang sampai 40 hari 40 malam. Ada pula yang sibuk membaca kalimat-kalimat dzikir, mengunjungi kuburan para nabi dan wali, membaca riwayat hidup Rasulullah Saw, dan sebagainya.


Akan tetapi, apakah dengan cara-cara seperti itu mereka akan mendapatkan kecintaan dari Allah SWT? Lalu, bagaimana cara kita meraih dan menggapai kecintaan dari Allah SWT; agar cinta kita tidak bertepuk sebelah tangan dan tidak hanya sebatas merasa mencintai Allah SWT, namun Allah sama sekali tidak mencintai kita.

Allah SWT telah memberikan petunjuk yang sangat jelas, bagaimana cara mendapatkan kecintaanNya. Allah SWT telah berfirman:

“Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali-Imran [3]: 31).

Imam Ibnu Katsir dalam tafsir Ibnu Katsir menyatakan, “Ayat ini merupakan pembukti, ‘Siapa saja yang mengaku mencintai Allah SWT, namun ia tidak berjalan sesuai dengan jalan yang telah ditetapkan oleh Nabi Muhammad Saw, maka orang tersebut hanya berdusta saja. Dirinya diakui benar-benar mencintai Allah, tatkala ia mengikuti ajaran yang dibawa oleh Muhammad Saw, baik dalam perkataan, perbuatan, dan persetujuan beliau Saw’.” Jika teruji bahwa ia benar-benar mencintai Allah, yakni dengan cara menjalankan seluruh ajaran Muhammad Saw, maka Allah akan balas mencintai orang tersebut. Rasul Saw bersabda:

“Barangsiapa mengerjakan suatu perbuatan yang tidak kami perintahkan maka perbuatan itu tertolak.” [Muttafaq ‘alaihi].

Para ahli hikmah telah menyatakan, “Perkara yang hebat bukanlah kamu [merasa] mencintai Allah, akan tetapi, kalian benar-benar dicintai (oleh Allah SWT).”

Imam Hasan al-Bashriy pernah berkata, “Ada suatu kaum merasa bahwa mereka telah mencintai Allah SWT, lalu, Allah SWT menguji mereka dengan firmanNya, “Katakanlah: ‘Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.’ Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Ali-Imran [3]: 31).

Imam Ibnu Abi Hatim meriwayatkan sebuah hadits dari ‘Aisyah ra, bahwa Rasulullah Saw pernah bersabda, “Bukankah agama ini adalah cinta dan benci karena Allah SWT?”

Imam Ibnu Katsir juga menjelaskan, “Jika kalian mengikuti sunnah Rasulullah Saw, maka kalian akan mendapatkan keberkahan hidup.”

Atas dasar itu, jika kita hidup sesuai dengan sunnah Rasulullah Saw, maka kita pasti akan mendapatkan kecintaan dari Allah SWT, dan kita juga pasti akan mendapatkan ampunan dari Allah SWT.

Dari uraian Imam Ibnu Katsir di atas jelaslah bagi kita, jika seseorang ingin meraih dan mendapatkan kecintaan dari Allah SWT, kita mesti berbuat dan berperilaku sesuai tuntunan Islam. Jika kita berjalan sesuai dengan ajaran yang dibawa Muhammad Saw, tentu kita akan dicintai oleh Allah SWT. Sebaliknya, meskipun kita merasa mencintai dan dicintai Allah SWT, kita tidak akan mendapatkan kecintaan dari Allah SWT, selama tidak berjalan sesuai dengan ajaran Muhammad Saw.

Atas dasar itu, kita tidak boleh membuat tatacara atau ritual tersendiri untuk mendekatkan diri kepada Allah. Ajaran ataupun ritual apapun yang tidak dicontohkan oleh Rasulullah Saw tidak mungkin mengantarkan kita untuk meraih cinta Allah SWT. Hanya dengan menjalankan ajaran Islam secara konsisten dan konsekuen. Kita akan mendapat kecintaan dari Allah SWT.

Jelaslah kini, hanya ada satu cara untuk mendapatkan kecintaan dari Allah SWT; yaitu, selalu menjaga keimanan dan berperilaku sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Muhammad Saw. Seorang yang mencintai Allah SWT akan berusaha dengan segenap tenaga untuk menerapkan aturan-aturan Allah SWT, baik yang berhubungan dengan masalah ekonomi, politik, dan sosial budaya.


Sayangnya, saat ini kita tidak mampu lagi menerapkan aturan-aturan Allah SWT dikarenakan tidak ada institusi yang menjaminnya. Penerapan syari’at Islam dalam bingkai negara masih jauh di atas kenyataan. Padahal, penerapan syariat Islam secara utuh dan menyeluruh merupakan bukti kecintaan kita kepada Allah, sekaligus jalan pembuka untuk meraih cinta Allah. Bagaimana kita bisa merasa dicintai Allah SWT sementara itu kita mencampakkan aturan-aturannya dan menerapkan pranata-pranata kufur? Pastinya, bukan kecintaan yang kita dapat, akan tetapi laknat dan kebencian yang akan kita sandang. Na’udzu billahi min dzaalik.

Selamat Membaca buku kedua Abay ini. Semoga menjadi amal jariah bagi penulisnya dan bermanfaat bagi umat untuk kembali menjadikan Islam sebagai pandangan hidup kita dan bersama-sama menata barisan dan kekuatan untuk tegaknya syariah dan khilafah. Allahu Akbar!!!

( Spiritual Motivator – N. Faqih Syarif H Penulis buku-buku motivasi dan pengembangan diri. Salah satunya Buku Al Quwwah ar ruhiyah Kekuatan Spirit Tanpa Batas ) 

http://akhmadyusuf.blogspot.com/

Hari Buruh: Menyambut Ke(tidak)sejahteraan Buruh?

Hari Buruh:
Menyambut Ke(tidak)sejahteraan Buruh?

Sudah tradisi setiap tanggal 1 Mei kaum buruh di seantero dunia menyambut datangnya Hari Buruh Internasional atau lebih dikenal May Day, tak terkecuali di Indonesia, termasuk di Jawa Timur. Meskipun tahun ini hingar bingar peringatan hari buruh di Jawa Timur tidak semeriah biasanya, namun hal ini berbeda dengan peringatan serupa di tempat lainnya. Di Jakarta misalnya, belasan elemen organisasi buruh melakukan aksi long march dari Bundaran HI ke Istana Merdeka walau tak satupun pejabat menemui mereka, karena pada saat yang sama Presiden SBY dan 8 menteri KIB, termasuk Menakertrans lebih memilih memperingati hari buruh dan makan siang bersama buruh Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMI) di Kawasan Industri KIIC, Karawang (Kompas, 01/05/2010). Agenda peringatan hari buruh setiap tahunnya hampir selalu sama, yaitu menuntut adanya peningkatan kesejahteraan buruh, perbaikan pola relasi buruh dan pengusaha serta perubahan kebijakan pemerintah agar lebih memihak buruh.
Bahkan sekitar seminggu sebelumnya – walaupun ini tak terkait dengan peringatan hari buruh – sekitar 1.300 buruh PT Drydocks World Graha di Batam, Kepulauan Riau, bentrok dengan para pekerja asing di perusahaan tersebut dan merusak berbagai aset perusahaan seperti kendaraan, fasilitas produksi dan bangunan pabrik. Walhasil puluhan milyar kerugian diderita oleh perusahaan akibat peristiwa tersebut. Kendati pemicunya seputar penghinaan berbau rasial, namun banyak kalangan menilai bahwa kejadian itu sesungguhnya merupakan puncak gunung es.
Terdapat berbagai soal mendasar tentang hubungan buruh dengan majikan. Mulai dari soal kesenjangan—tidak hanya kesenjangan ekonomi, tapi juga aspek lain mulai dari fasilitas hingga jaminan sosial; kekesalan tentang kebijakan outsourcing, rendahnya jaminan kesehatan dan keselamatan kerja, rendahnya besaran upah sehingga sulit untuk menghidupi keluarga dengan layak, hingga soal ketidakmampuan para supervisor yang majoritas ekspatriat menjalin komunikasi dengan benar, baik, dan santun. Peristiwa itu bukan saja menampar pipi pemerintah, tapi juga nyaris menggagalkan asumsi bahwa kinerja kesejahteraan mereka yang bekerja untuk perusahaan asing—baik itu internasional, transnasional maupun multinasional—jauh lebih baik dari perusahaan nasional (www.csrindonesia.com).
Kondisi di atas merepresentasikan kondisi dunia buruh dalam sistem Kapitalis, yang memang menjadikan buruh sebagai faktor produksi yang sangat penting dan sekaligus dibatasi haknya untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Pemberlakuan sistem Upah Minimum Regional (UMR) merupakan salah satu corak khas Kapitalis untuk membatasi kesejahteraan buruh. Penghitungan UMR yang didasarkan pada survey harga barang dan kebutuhan minimum, yang lebih dikenal dengan Kecukupan Hidup Layak (KHL), hanyalah tipuan sistem Kapitalis untuk mengeksploitasi tenaga buruh demi meraup keuntungan yang sebesar-besarnya. Maka tak heran jika dalam sistem Kapitalis, hubungan pengusaha (majikan) dan buruh senantiasa dalam posisi berseberangan atau berkonflik. Dan tak heran pula jika majikan selalu berganti mobil, mempunyai beberapa rumah mewah dan liburan ke luar negeri, sementara hampir semua buruhnya masih belum memiliki rumah dan bahkan membeli sepeda motor pun dengan sistem kredit.
Dalam sistem Islam, hubungan buruh atau pekerja (ajir) dengan majikan (musta’jir) adalah hubungan yang didasarkan pada akad kerja (ijaroh) yang jelas dan penuh kerelaan. Jika salah satu pihak tidak rela, maka otomatis tidak terjadi akad ijaroh tersebut. Pun demikian dalam penentuan standar upah pekerja, maka didasarkan pada beberapa faktor, antara lain: a) standar gaji di pasaran pada posisi yang semisal atau relatif sama, b) manfaat yang diberikan oleh pekerja kepada majikan, baik manfaat fisik maupun jasanya, c) tingkat keahlian atau profesionalitas seorang pekerja dan d) karena sebab lainnya seperti kondisi yang berubah, baik kinerja bisnis atau kinerja pekerja. Sehingga kebutuhan hidup minimum atau yang dikenal dengan KHL tidak dijadikan dasar di dalam menentukan upah seorang buruh. Namun penetapan upah semata-mata didasarkan pada nilai manfaat yang diberikan oleh buruh kepada majikannya. Dan apabila dijumpai perselisihan antara buruh dan majikan mengenai upah, mereka harus menunjuk orang yang ahli sebagai penengah atau meminta negara menunjuk orang yang ahli sebagai pemutus urusan tersebut.
Selain persoalan upah, persoalan buruh saat ini adalah terkait dengan kebebasan berserikat, hak atas berbagai tunjangan dan jaminan kesehatan serta pendidikan. Dalam sistem Kapitalis berbagai hak tersebut termasuk tunjangan yang diberikan adalah sebagai upaya untuk menambal kebobrokan sistem agar tidak terkesan terlalu eksploitatif. Terkait dengan masalah ini pun Islam telah mempunyai penyelesaiannya. Setiap orang menurut syara’ diperbolehkan untuk berserikat, baik itu buruh maupun bukan. Sedangkan terkait dengan berbagai hak seperti uang pesiun dan kompensasi lainnya, seharusnya memang tidak dibebankan kepada majikan atau pengusaha. Karena orang-orang yang tidak mampu lagi bekerja menjadi tanggung jawab negara. Sehingga negara-lah yang bertanggung jawab secara penuh untuk memberikan santunan kepada rakyatnya. Termasuk di dalamnya adalah jaminan atas kesehatan dan pendidikan, yang juga tidak dibebankan kepada majikan, namun telah menjadi kewajiban negara sebagai bagian dari proses mengurusi urusan rakyatnya (ria’yatus syu’un al ummah).
Jika demikian, sepertinya kalimat tangisan ”….now life has killed the dream I dreamed...” seperti yang dituliskan Fantine dalam Les Miserables (1862 M) dan sering dipakai untuk menggambarkan kehidupan buruh dalam sistem Kapitalis, tidak lagi tepat untuk menggambarkan kondisi buruh dalam sistem Islam. Walhasil Islam tidak mengenal persoalan perburuhan, karena semua permasalahan terkait hubungan buruh dan majikan serta masalah kesejahteraan buruh telah dipecahkan secara tepat dalam sistem Islam, sehingga jelas mana hak dan kewajiban buruh, majikan dan juga tanggung jawab pemerintah. Oleh karena itu, ketika Islam diterapkan, sepertinya tidak relevan pula untuk tetap memperingati Hari Buruh Internasional. Kalau demikian halnya, wahai para buruh, mengapa Anda tidak ikut memperjuangkan tegaknya sistem Islam, yang akan menjamin hak dan kehidupan Anda secara lebih baik? Tentu semua itu pilihan hidup Anda dan hanya Anda yang tahu jawabannya!!
( Fajar Kurniawan - www.fikrulmustanir.blogspot.com ) 

http://akhmadyusuf.blogspot.com/

Tips Menulis Artikel yang Menarik pada Blog Anda

Tips Menulis Artikel yang Menarik pada Blog Anda


Untuk menulis artikel yang menarik, tidak sulit. Baca panduan ini:

1. Menulis dengan tulus. Jika anda menulis dengan tulus tanpa ada perasaan
terpaksa saya yakin semuanya akan berjalan mulus. Anda tidak akan
mengalami kesulitan dalam mencari kata-kata. Mengalir saja, tulis semua yang
ingin anda tulis. Blog yang bagus itu biasanya punya content asli dan ditulis
sepenuh hati. Jadi, anda bisa menulis apa saja yang anda sukai agar jiwa anda
terasa masuk dalam tulisan. Selain itu, tulisan anda tidak terkesan dipaksakan.

2. Tulis yang bermanfaat. Blog yang sukses mengerti apa yang disukai para
pembacanya. Semua orang yang mengakses blog seperti ini tidak akan pergi
dengan tangan hampa. Mereka punya hal baru yang bermanfaat dan setiap
pengunjung bisa menerapkan manfaat ini untuk kepentingan mereka. Jadi, kita
harus menulis sesuatu yang berguna untuk orang lain. Berikan informasi yang
anda punya untuk semua pengunjung. Agar, pengunjung tidak merasa sia-sia
telah datang ke blog anda.

3. Cari solusi untuk masalah orang lain. Pertama kali sebelum mencoba
memecahkan masalah orang lain, anda mesti tahu betul siapa saja pembaca
anda. Jadi anda bisa menganalisis kesulitan apa saja yang biasa mereka
hadapi. Nah, selanjutnya anda bisa membantu mereka menemukan solusi yang
tepat untuk masalah itu. Tapi jika anda belum punya pembaca (biasanya
dialami blogger baru) anda bisa membaca blog lain yang punya target
pembaca yang sama dengan anda dulu. Sebut saja ini blog reference anda.
Jika anda benar-benar blank tidak punya ide untuk menawarkan solusi pada
pengunjung. Coba saja pelajari masalah-masalah yang biasa diutarakan
pengunjung blog reference anda. Biasanya di bagian komentar pengunjung
suka mencurahkan masalah-masalah mereka. Kemudian anda tulis pemecahan
masalah mereka itu menurut versi anda sendiri.

4. Jangan cuma menulis tentang diri sendiri. Jika anda terlalu banyak
menulis tentang diri anda, nanti malah banyak pengunjung yang tidak suka.
Mereka akan mengira anda bikin blog hanya karena ingin pamer. Gawat bukan
kalau sudah begini? Apa anda pernah menemui blog yang isinya seperti buku
harian? Saya kira banyak juga ya jumlahnya. Dan sepertinya model blog curhat
seperti ini tidak banyak disukai pengunjung. Kecuali kalau isi tulisan mereka
mengandung banyak informasi yang berguna buat pengunjung. Bukan cuma
menulis kegiatan harian seperti menulis di buku diary saja. Nah, jadi apa yang
mesti anda ingat agar blog anda tidak seperti buku harian? Anda sebaiknya
mengingatkan diri anda kalau anda menulis di blog bukan hanya ditujukan
untuk diri anda sendiri. Tapi anda juga menulis untuk banyak pengunjung di
seluruh penjuru dunia. Berbagi apa yang anda alami dan apa yang dipelajari
kepada banyak orang. Jangan melulu membicarakan diri anda sendiri.

5. Sentuhlah pembaca anda. Coba buat interaksi dengan para pembaca
anda. Caranya bagaimana? Tidak cuma membalas komen yang pembaca
berikan. Tapi, anda bisa membuat sejenis kontes yang menarik minat pembaca
anda. Misal bagi pemberi komentar diberi hadiah ebook.

6. Buat headline yang memikat. Headline atau judul tulisan jadi salah satu
faktor penentu banyak tidaknya pengunjung yang tertarik dengan blog anda.
Kenapa? Ya karena siapapun yang ingin join di blog pasti membaca judul
tulisan anda dulu. Betapapun menariknya content anda kalau judulnya tidak
menawan hati pengunjng, ya sia-sia saja. Nah, untuk membuat judul tulisan
yang mematikan, anda bisa belajar dari blog lain. Perhatikan saja judul-judul
yang ada di blog-blog terkenal. Pelajari apa yang membuat judul itu bisa
memikat anda. Lalu silakan meniru model judul yang membuat anda terpikat
ini. Apa mereka banyak memakai kalimat tanya, memakai judul how to,
memakai kalimat imperatif atau malah judulnya singkat seperti headline
koran? Anda boleh meniru model yang anda sukai.

7. Fokus pada hal yang penting saja. Jangan merepotkan diri anda dengan
hal-hal yang tidak memberi manfaat banyak untuk traffic blog anda. Misal,
anda terlalu asyik mencari gambar yang sempurna untuk blog anda. Atau
terlalu lama mendesain layout dan mengutak-atik format halamannya.
Tentukan hal apa sih yang paling esensial untuk blog anda? Dan fokus pada hal
yang penting ini saja. Jangan buang waktu anda dengan aktivitas yang
membuat anda terlena. Kalau bagi saya sendiri menulis content dan
berinteraksi dengan pembaca itu dua hal yang lebih penting dari apapun. Jadi
saya minimalkan saja aktivitas yang tidak berkaitan dengan dua hal ini. Jadi
saya bisa menggunakan waktu saya yang lain untuk hal yang lebih produktif.


8. Sebagai tambahan, anda perlu perhatikan pula kiat menulis berikut ini:
• Mengungkapkan secara jelas permasalahan yang akan dibahas. Sebaiknya, tulisan
kita memiliki satu persoalan pokok yang akan dibahas. Agar hasilnya tulisan kita
tidak nglantur kemana-mana.
• Hindari memakai bahasa formal. Bahasa blog cenderung lentur dan bersifat bahasa
tutur. Tulis seperti anda bercakap-cakap dengan teman.

(Spiritual Motivator – N. Faqih Syarif H Penulis Buku Al Quwwah ar ruhiyah. www.cahayaislam.com dan www.fikrulmustanir.blogspot.com ) 

http://akhmadyusuf.blogspot.com/